Setelah mulai menguasai teknologi satelit eksperimental, Indonesia segera merintis penguasaan teknologi satelit operasional. Namun untuk menuju penguasaan teknologi itu, masih harus melalui jalan panjang.
"Memang soal satelit operasional masih kami diskusikan.Bicara ini kan bicara alih teknologi," jelas Direktur Pusat Teknologi Satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Suhermanto. Dia mengungkapkannya usai seminar Inovasi Teknologi satelit di PP IPtek TMII, Jakarta, Kamis 29 Agustus 2013.
Suhermanto menjelaskan saat ini kemampuan pengembangan satelit yang dimiliki Indonesia masih dalam tahap eksperimental, yang rata-rata bobotnya kecil, kisaran 100 Kg. Sedangkan satelit operasional bobotnya mencapai 1 ton dengan struktur kerangka dan panel yang lebih kompleks.
"Memang di Indonesia fasilitas perakitan dan pengujian untuk kategori satelit itu belum ada, misalnya untuk menaikkan temperatur 100 derajat," kata Suhermanto.
Lebih lanjut, dia menggambarkan Indonesia sudah mulai menguasai tahapan teknologi untuk menuju pengembangan satelit operasional.
"Satelit eksperimental kita mulai dari LAPAN A1 sampai LAPAN A5 semuanya tahapan penguasaan teknologi. Ada teknologi radar, thermal (panas bumi)," katanya. Posisi tahapan menurutnya bisa persiapan yang bagus untuk satelit operasional.
Selain soal alih dan penguasaan teknologi, setidaknya Indonesia harus membangun infrastuktur, sumber daya manusia, pembiayaan.
"Harga satelit operasional itu kisaran Rp 2,5 trilun. Itu belum bicara infrastruktur,ground station (stasiun bumi). Jadi itu tidak bisa dilakukan LAPAN secara mandiri," tegasnya.
Alih Teknologi
Untuk itu, saat ini sedang digulirkan opsi membentuk konsorsium nasional satelit operasional Indonesia. Konsep ini melibatkan iuran pendanaan dari berbagai lintas lembaga di Indonesia, baik pemerintah maupun swasta dan industri, yang memiliki kepentingan dengan satelit operasional. Ia optimis mekanisme ini bisa lebih mendorong penguasaan teknologi satelit operasional.
"Tapi ini masih dibahas siapa lembaga yang harus jadi leader-nya. Usulannya sih Kemenristek yang pimpin konsorsium ini," jelasnya.
Ia mengakui pengembangan satelit operasional itu masih tergantung dengan produk luar negeri. Mengingat Indonesia punya kepentingan untuk alih teknologi, opsi yang ditempuh yakni membeli satelit buatan luar dengan syarat ada alih teknologi.
"Pembelian satelit kami syaratkan, kita harus ditraining teknologinya. Banyak yang tertarik, China, India Inggris, juga konsorsium Eropa. Sampai saat ini kami belum pikirkan tender ke negara manapun," ujarnya. (VivaNews)
No comments:
Post a Comment