Oleh : Lukman bin Saleh
Berbagai upaya telah dilakukan Pertamina. Mulai dari menanam pipa dalam-dalam, melapor ke penegak hukum, membuat MOU dengan TNI-Polri, sampai dengan membuat tim patroli gabungan bekerja sama dengan TNI-Polri.
Tapi aksi penjarahan tidak bisa diatasi. Malah tim patroli lari kocar-kacir karena diberondong senjata laras panjang otomatis oleh penjarah. Polri-pun terkesan cuci tangan. TNI menonton. Dan kalaupun penjarah berhasil ditangkap mereka hanya dikenakan sanksi ringan. Tidak menimbulkan efek jera. Yang ditangkap-pun hanya penjarah kelas teri. Hanya orang lapangan. Jaringan mereka tidak dibongkar tuntas. Pertaminapun menyerah.
Dan untuk sementara, dalam waktu yang panjang menyetop produksi sumur minyak yang pipanya rawan penjarahan. Akan dilanjutkan jika sindikat perampok minyak ini sudah dibongkar sampai ke aktor-aktornya. Produksi minyak Pertamina berkurang. Otomatis ditutupi dengan menambah impor. Entah berapa ratus miliar lagi kerugian negara karena akibat tidak langsung dari penjarahan ini. Belum lagi kerugian inmaterial, nama baik Indonesia tercemar. Negara tidak bisa melindungi investasi usaha.
Bagaimana bisa negara sebesar Indonesia tidak bisa mengatasi penjarah. Hanya sebatas itukah kemampuan TNI? Hanya sebatas itukah kemampuan Polri? Atau pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk menggerakkan TNI-Polri tidak terlalu ambil pusing. Seperti Kapolri, Panglima TNI, bahkan Presiden?
Seharusnya masalah penjarahan minyak tidak perlu berlarut-larut. Tidak perlu mencoreng nama baik Indonesia di dunia Internasional. Tidak perlu sampai merugikan negara triliunan rupiah. Seandainya pemimpin negara ini memiliki karakter pola kepemimpinan seperti Dahlan Iskan.
Karakter dan pola kepemimpinan yang bagaimana maksud saya?
Sebenarnya perjalanan Dahlan Iskan tidak ada sangkut pautnya dengan ketiga Dirut ini. Tapi Dahlan Iskan ingin menggunakan masa jabatannya sebaik mungkin. Menyelesaikan masalah BUMN yang menggunung. Bila perlu tidak ada sedetikpun waktu Dahlan Iskan yang sia-sia. Tidak perduli sedang di atas ojek, di atas kereta, di atas mobil, bahkan di atas pesawat.
Salah satu penyebab kesemerawutan Pelabuhan Merak yaitu adanya rel dan stasiun kereta api di tengah-tengah lahan parkir pelabuhaan. Sehingga pintu masuk truck yang dari jalan tol Tangerang ke pelabuhan sangat sempit. Sudah berpuluh-puluh tahun masalah kecil yang mengakibatkan masalah besar ini belum bisa diselesaikan. Dua perusahaan besar yang sama-sama kuat ini tidak ada yang mau mengalah.
“Ayo kita mau apakan Merak ini?” kata Dahlan Iskan kepada Dirut KAI dan ASDP. Dahlan Iskan kemudian mengajak Dirut ASDP bicara 4 mata terlebih dahulu. Dirut KAI dan Jasa Marga disuruh pindah menjauh.
Dirut ASDP pun memulai keluhannya. “Di tengah lahan parkir milik kami ada stasiun kereta api yang sangat besar, sehingga pintu masuk menjadi sangat sempit. Kereta itu kelas ekonomi, penumpangnya sedikit. Sehari hanya jalan satu kali, untuk apa stasiun besar begini?” paparnya. Dahlan Iskan manggut-manggut, “Kalau begitu, udah saya tutup saja stasiun ini!” ujar Dahlan Iskan. “Sekarang anda pindah duduknya, saya mau bicara dengan Dirut KAI dulu.” Dirut ASDP pun berdiri tersenyum senang penuh kemenangan.
“Sudah, tutup saja stasiun kereta, lahannya kasi ke ASDP. Biar arus truck ke pelabuhan lancar!” Berondong Dahlan Iskan setelah Dirut KAI duduk di dekatnya. Kaget Dirut PT KAI dan terlihat mau marah. “Tidak bisa pak. Kalau menyelesaikan masalah jalan tol dan penyebrangan dengan menghapus kereta api, bapak salah” katanya menolak.
“Begini pak, saya akan ubah kereta api dari orientasi penumpang ke barang. Kereta akan banyak mengangkut barang. 1 hari 40 teus (kira-kira sama dengan muatan 1000 truck). Berarti ada 1000 truck yang akan hilang dari jalan tol Jakarta-Merak!” jelasnya.
Dahlan Iskan termangu. “Tepat juga alasannya. Argumentasinya kuat. Saya harus menghormati kehebatan pemikiran ini. Dan saya harus mengakui kalah karena saya memang benar-benar kalah” gumamnya dalam hati. Padahal Dahlan Iskan sudah terlanjur berjanji ke Dirut ASDP untuk menutup stasiun kereta api itu.
“Ya sudah aku kalah sekarang, gak jadi ditutup” katanya kepadada Dirut KAI. Tapi Dirut KAI belum puas, dia terus saja bicara. Maksudnya ingin semakin meyakinkan Dahlan Iskan. “Sudah cukup, saya kalah, anda menang” potong Dahlan Iskan. “Sekarang bagaimana caranya agar anda menang dan ASDP-nya tidak kalah. Ayo diskusikan!”. “Oh.. begitu ya pak?” kata Dirut KAI setelah kata-katanya dipotong Dahlan Iskan. “Iyalah, masak anda menang sendiri?” lanjut Dahlan Iskan.
Maka Dahlan Iskan mempersilahkan Dirut KAI diskusi berdua dengan Dirut ASDP. Dahlan Iskan pindah tempat duduknya memberi kesempatan mereka bicara 4 mata. Sambil menunggu mereka selesai Dahlan Iskan mengajak Dirut Jasa marga membicarakan masalah jalan tol.
“Kira-kira apa yang bisa kita lakukan agar pelayanan jalan tol bisa lebih baik, rakyat lebih senang?” ujar Dahlan Iskan membuka percakapan dengan Dirut Jasa Marga. “Bagaimana caranya saat masuk pintu tol tidak antri. Orang mau bayar kok antri? Kecuali mau dapat uang. Antri gak apa-apa” Lanjutnya. Dirut Jasa Marga terlihat antusias membahas masalah ini.
“Bahwa di dalam jalan tol itu macet itu urusan nanti. Sekarang minimal ketika masuk orang jangan jengkel begitu. Bila perlu 10 orang petugas berdiri di depan pintu tol pake alat sederhana. Pokoknya bagaimana, yang penting lancar” tambah Dahlan Iskan.
Dirut Jasa Margapun memaparkan rencananya yang selama ini masih dia simpan di angan-angan. Memanfaatkan teknogi untuk mengatasi permasalahan antrian di pintu tol. Dahlan Iskanpun memberi tenggat waktu tertentu agar penggunaan teknologi itu bisa diaplikasikan.
Maka diputuskan saat itu agar seluruh jalan tol akan menggunakan lampu tenaga surya. Untuk tahap pertama tol Cawang-Bandara Soeta sepanjang 40 km. Jasa Marga berhemat, beban PLN berkurang.
Setelah Dahlan Iskan selesai membicarakan berbagai masalah dan mencari solusi dengan Dirut Jasa Marga. Ternyata Dirut KAI dan ASDP juga telah selesai. Terlihat telah sepakat dan bersalaman.
“Saya tidak usah lkut ya?” Goda Dahlan Iskan ke Dirut KAI dan ASDP. “Gak usah pak, udah selesai” jawab mereka. “Tapi boleh gak saya denger hasilnya?” buru Dahlan Iskan. “Boleh pak. Jadi KAI tetap hidup dan misinya mengurangi 1000 truck/hari. Merelakan sebagian lahannya kami pakai supaya arus kendaraan lancar” Dahlan Iskan manggut-manggut dan menoleh ke Dirut Jasa Marga. “Apakah Jasa Marga tidak dirugikan karena truck yang lewat berkurang?” tanyanya. “Wah saya senang sekali, karena truck yang besar-besar itu membuat jalan rusak” jawab Dirut Jasa marga.
Kemudian pesawat mendarat di Bandara Polonia Medan. Berhubung agenda rapat telah selesai dan berhasil menemukan solusi saat di atas pesawat. Dirut ASDP, KAI, dan Jasa Margapun dipersilahkan kembali lagi ke Jakarta. Dahlan Iskan sendiri melanjutkan perjalanan ke Nias.
Kembali ke masalah penjarahan minyak Pertamina. Ruang lingkup masalah ini jauh lebih luas. Tidak bisa diselesaikan hanya oleh menteri BUMN. Pertamina tidak berdaya melawan penjarah bersenjata. Tidak ada wewenangnya untuk mengerahkan TNI-Polri. Dahlan Iskan butuh presiden. Kalaupun presiden kurang tanggap, kita berhayal saja Dahlan Iskan yang menjadi presiden.
Dahlan Iskan akan bergerak cepat. Pertamina, TNI-Polri, dan Pemda setempat diajak mencari solusi konkrit. Seperti cerita di atas. Mempertemukan 3 orang Dirut BUMN untuk mencari solusi bersama.
Bila perlu pertemuan diadakan tepat di sebelah pipa minyak Pertamina yang sudah dibolongi. Bukan sekedar rapat-rapat di istana dengan hasil semu. Bukan sekedar himbauan-himbauan yang tidak jelas tindak lanjutnya. “Presiden” Dahlan Iskan akan berujar kepada mereka: “Ayo kita mau apakan penjarah ini?” Kalau sudah begini mustahil jalan keluar tidak bisa ditemukan. Dan penjarahan yang sudah berlangsung bertahun-tahunpun akan berakhir.
Tapi kita hanya bisa berhayal. Sekarang presiden hanya menghimbau tegakkan hukum. Menko Ekuin dan menteri ESDM hanya meminta usut tuntas. Kapolri tidak ambil pusing. Panglima TNI cuek. Kejaksaan-Kehakiman entah bagaimana. Penjarah berpesta pora. Terang-terangan mengangkut jarahan dengan mobil tanki. Kadang-kadang membuat pipa minyak Pertamina bahan bakar api unggun.
Pertaminapun menghentikan produksi minyaknya di Tempino-Plaju yang menyebabkan produksi turun 12.000 barel/perhari. Padahal untuk mencari minyak 1 barel/hari saja sulitnya setengah mati.
Mengetahui Tempino tidak berproduksi lagi, penjarahpun bergeser ke jalur Bentayan-Plaju yang sebelumnya tidak terjamah. Maka semua sumur minyak di Bentayan-pun terpaksa dimatikan juga. Kilang Plaju-pun terancam tidak berproduksi secara penuh.
Tentu bagi pejabat yang masih punya rasa malu ini sangat memalukan. Menteri ESDM, Menko Ekuin, Menko Polhukam, Panglima TNI, Kapolri, bahkan presiden. Mudah-mudahan dengan tamparan itu mereka akan bisa dipaksa mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan masalah.
Persis seperti cara PT KAI memaksa pemerintah dan DPR memberikan subsidi ke KRL AC. Caranya dengan menghapus KRL Ekonomi milik Kemenhub yang sudah tua, jelek, dan mogok-mogok itu. Meski awalnya menuai kecaman karena dianggap tidak perduli masyarakat ekonomi lemah. PT KAI sekarang sudah berhasil, KRL AC sudah mendapat subsidi. Masyarakat miskin bisa naik KRL AC dengan biaya murah. Akankah Pertamina juga akan berhasil mengatasi penjarah dengan bantuan “tamparan” Dahlan Iskan? *** (Kompasiana)
Beberapa hari belakangan media marak memberitakan pencurian minyak Pertamina di beberapa titik di Jawa dan Sumatera. Sebenarnya kurang tepat istilah pencurian, tepatnya penjarahan. Karena dilakukan terang-terangan oleh komplotan besar dan terorganisir. Melibatkan berbagai pihak termasuk aparat.
Masalah ini sebenarnya bukan masalah baru. Sudah berlangsung bertahun-tahun. Tapi belakangan intensitasnya semakin meningkat. Kerugian Pertamina bisa mencapai ratusan miliar bahkan mungkin triliunan. Penjarahan minyak di pipa jalur Tempino-Jambi menuju Plaju-Sumatera Selatan saja menyebabkan kerugian mencapai Rp. 230 miliar selama semester I 2013.
Berbagai upaya telah dilakukan Pertamina. Mulai dari menanam pipa dalam-dalam, melapor ke penegak hukum, membuat MOU dengan TNI-Polri, sampai dengan membuat tim patroli gabungan bekerja sama dengan TNI-Polri.
Tapi aksi penjarahan tidak bisa diatasi. Malah tim patroli lari kocar-kacir karena diberondong senjata laras panjang otomatis oleh penjarah. Polri-pun terkesan cuci tangan. TNI menonton. Dan kalaupun penjarah berhasil ditangkap mereka hanya dikenakan sanksi ringan. Tidak menimbulkan efek jera. Yang ditangkap-pun hanya penjarah kelas teri. Hanya orang lapangan. Jaringan mereka tidak dibongkar tuntas. Pertaminapun menyerah.
Dan untuk sementara, dalam waktu yang panjang menyetop produksi sumur minyak yang pipanya rawan penjarahan. Akan dilanjutkan jika sindikat perampok minyak ini sudah dibongkar sampai ke aktor-aktornya. Produksi minyak Pertamina berkurang. Otomatis ditutupi dengan menambah impor. Entah berapa ratus miliar lagi kerugian negara karena akibat tidak langsung dari penjarahan ini. Belum lagi kerugian inmaterial, nama baik Indonesia tercemar. Negara tidak bisa melindungi investasi usaha.
Bagaimana bisa negara sebesar Indonesia tidak bisa mengatasi penjarah. Hanya sebatas itukah kemampuan TNI? Hanya sebatas itukah kemampuan Polri? Atau pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk menggerakkan TNI-Polri tidak terlalu ambil pusing. Seperti Kapolri, Panglima TNI, bahkan Presiden?
Seharusnya masalah penjarahan minyak tidak perlu berlarut-larut. Tidak perlu mencoreng nama baik Indonesia di dunia Internasional. Tidak perlu sampai merugikan negara triliunan rupiah. Seandainya pemimpin negara ini memiliki karakter pola kepemimpinan seperti Dahlan Iskan.
Karakter dan pola kepemimpinan yang bagaimana maksud saya?
Teringat saat masa awal menjadi menteri BUMN, Dahlan Iskan pernah mengajak 3 orang Dirut BUMN satu pesawat dengannya. Dirut PT KAI, PT ASDP dan Jasa Marga. Waktu itu Dahlan Iskan mau ke Nias untuk menyelesaikan masalah listrik di sana. Berhubung tidak dapat tiket maka Dahlan Iskan mengajak ke-3 Dirut BUMN ini transit di Bandara Polonia Medan.
Sebenarnya perjalanan Dahlan Iskan tidak ada sangkut pautnya dengan ketiga Dirut ini. Tapi Dahlan Iskan ingin menggunakan masa jabatannya sebaik mungkin. Menyelesaikan masalah BUMN yang menggunung. Bila perlu tidak ada sedetikpun waktu Dahlan Iskan yang sia-sia. Tidak perduli sedang di atas ojek, di atas kereta, di atas mobil, bahkan di atas pesawat.
Dahlan Iskan kali ini ingin mengajak mereka rapat, sambil mengisi waktu penerbangan Jakarta-Medan. Membahas masalah yang dirasa sangat gawat. Kesemerawutan Pelabuhan Merak dan antrian masuk pintu tol secara umum (tentu kita masih ingat, bagaimana sebentar-sebentar media memberitakan antrian truck di Pelabuhan Merak yang mencapai puluhan kilo meter waktu itu).
Salah satu penyebab kesemerawutan Pelabuhan Merak yaitu adanya rel dan stasiun kereta api di tengah-tengah lahan parkir pelabuhaan. Sehingga pintu masuk truck yang dari jalan tol Tangerang ke pelabuhan sangat sempit. Sudah berpuluh-puluh tahun masalah kecil yang mengakibatkan masalah besar ini belum bisa diselesaikan. Dua perusahaan besar yang sama-sama kuat ini tidak ada yang mau mengalah.
“Ayo kita mau apakan Merak ini?” kata Dahlan Iskan kepada Dirut KAI dan ASDP. Dahlan Iskan kemudian mengajak Dirut ASDP bicara 4 mata terlebih dahulu. Dirut KAI dan Jasa Marga disuruh pindah menjauh.
Dirut ASDP pun memulai keluhannya. “Di tengah lahan parkir milik kami ada stasiun kereta api yang sangat besar, sehingga pintu masuk menjadi sangat sempit. Kereta itu kelas ekonomi, penumpangnya sedikit. Sehari hanya jalan satu kali, untuk apa stasiun besar begini?” paparnya. Dahlan Iskan manggut-manggut, “Kalau begitu, udah saya tutup saja stasiun ini!” ujar Dahlan Iskan. “Sekarang anda pindah duduknya, saya mau bicara dengan Dirut KAI dulu.” Dirut ASDP pun berdiri tersenyum senang penuh kemenangan.
“Sudah, tutup saja stasiun kereta, lahannya kasi ke ASDP. Biar arus truck ke pelabuhan lancar!” Berondong Dahlan Iskan setelah Dirut KAI duduk di dekatnya. Kaget Dirut PT KAI dan terlihat mau marah. “Tidak bisa pak. Kalau menyelesaikan masalah jalan tol dan penyebrangan dengan menghapus kereta api, bapak salah” katanya menolak.
“Salah bagaimana?” Masak kereta ekonomi dengan penumpang sedikit dan jalan cuma sekali sehari dipertahankan?” lanjut Dahlan Iskan.
“Begini pak, saya akan ubah kereta api dari orientasi penumpang ke barang. Kereta akan banyak mengangkut barang. 1 hari 40 teus (kira-kira sama dengan muatan 1000 truck). Berarti ada 1000 truck yang akan hilang dari jalan tol Jakarta-Merak!” jelasnya.
Dahlan Iskan termangu. “Tepat juga alasannya. Argumentasinya kuat. Saya harus menghormati kehebatan pemikiran ini. Dan saya harus mengakui kalah karena saya memang benar-benar kalah” gumamnya dalam hati. Padahal Dahlan Iskan sudah terlanjur berjanji ke Dirut ASDP untuk menutup stasiun kereta api itu.
“Ya sudah aku kalah sekarang, gak jadi ditutup” katanya kepadada Dirut KAI. Tapi Dirut KAI belum puas, dia terus saja bicara. Maksudnya ingin semakin meyakinkan Dahlan Iskan. “Sudah cukup, saya kalah, anda menang” potong Dahlan Iskan. “Sekarang bagaimana caranya agar anda menang dan ASDP-nya tidak kalah. Ayo diskusikan!”. “Oh.. begitu ya pak?” kata Dirut KAI setelah kata-katanya dipotong Dahlan Iskan. “Iyalah, masak anda menang sendiri?” lanjut Dahlan Iskan.
Maka Dahlan Iskan mempersilahkan Dirut KAI diskusi berdua dengan Dirut ASDP. Dahlan Iskan pindah tempat duduknya memberi kesempatan mereka bicara 4 mata. Sambil menunggu mereka selesai Dahlan Iskan mengajak Dirut Jasa marga membicarakan masalah jalan tol.
“Kira-kira apa yang bisa kita lakukan agar pelayanan jalan tol bisa lebih baik, rakyat lebih senang?” ujar Dahlan Iskan membuka percakapan dengan Dirut Jasa Marga. “Bagaimana caranya saat masuk pintu tol tidak antri. Orang mau bayar kok antri? Kecuali mau dapat uang. Antri gak apa-apa” Lanjutnya. Dirut Jasa Marga terlihat antusias membahas masalah ini.
“Bahwa di dalam jalan tol itu macet itu urusan nanti. Sekarang minimal ketika masuk orang jangan jengkel begitu. Bila perlu 10 orang petugas berdiri di depan pintu tol pake alat sederhana. Pokoknya bagaimana, yang penting lancar” tambah Dahlan Iskan.
Dirut Jasa Margapun memaparkan rencananya yang selama ini masih dia simpan di angan-angan. Memanfaatkan teknogi untuk mengatasi permasalahan antrian di pintu tol. Dahlan Iskanpun memberi tenggat waktu tertentu agar penggunaan teknologi itu bisa diaplikasikan.
Dahlan Iskan juga mengingatkan intruksi presiden tentang hemat energi yang selama ini tidak pernah jalan. “Tidak ada orang yang diminta berhemat langsung hemat. Tidak ada orang yang mendengar himbauan terus melakukan. Kalau ada, setiap Jumat orang mendengar khutbah. Nyatanya juga orang gak berubah jadi baik” ujar Dahlan Iskan.
Maka diputuskan saat itu agar seluruh jalan tol akan menggunakan lampu tenaga surya. Untuk tahap pertama tol Cawang-Bandara Soeta sepanjang 40 km. Jasa Marga berhemat, beban PLN berkurang.
Setelah Dahlan Iskan selesai membicarakan berbagai masalah dan mencari solusi dengan Dirut Jasa Marga. Ternyata Dirut KAI dan ASDP juga telah selesai. Terlihat telah sepakat dan bersalaman.
“Saya tidak usah lkut ya?” Goda Dahlan Iskan ke Dirut KAI dan ASDP. “Gak usah pak, udah selesai” jawab mereka. “Tapi boleh gak saya denger hasilnya?” buru Dahlan Iskan. “Boleh pak. Jadi KAI tetap hidup dan misinya mengurangi 1000 truck/hari. Merelakan sebagian lahannya kami pakai supaya arus kendaraan lancar” Dahlan Iskan manggut-manggut dan menoleh ke Dirut Jasa Marga. “Apakah Jasa Marga tidak dirugikan karena truck yang lewat berkurang?” tanyanya. “Wah saya senang sekali, karena truck yang besar-besar itu membuat jalan rusak” jawab Dirut Jasa marga.
Kemudian pesawat mendarat di Bandara Polonia Medan. Berhubung agenda rapat telah selesai dan berhasil menemukan solusi saat di atas pesawat. Dirut ASDP, KAI, dan Jasa Margapun dipersilahkan kembali lagi ke Jakarta. Dahlan Iskan sendiri melanjutkan perjalanan ke Nias.
Kembali ke masalah penjarahan minyak Pertamina. Ruang lingkup masalah ini jauh lebih luas. Tidak bisa diselesaikan hanya oleh menteri BUMN. Pertamina tidak berdaya melawan penjarah bersenjata. Tidak ada wewenangnya untuk mengerahkan TNI-Polri. Dahlan Iskan butuh presiden. Kalaupun presiden kurang tanggap, kita berhayal saja Dahlan Iskan yang menjadi presiden.
Dahlan Iskan akan bergerak cepat. Pertamina, TNI-Polri, dan Pemda setempat diajak mencari solusi konkrit. Seperti cerita di atas. Mempertemukan 3 orang Dirut BUMN untuk mencari solusi bersama.
Bila perlu pertemuan diadakan tepat di sebelah pipa minyak Pertamina yang sudah dibolongi. Bukan sekedar rapat-rapat di istana dengan hasil semu. Bukan sekedar himbauan-himbauan yang tidak jelas tindak lanjutnya. “Presiden” Dahlan Iskan akan berujar kepada mereka: “Ayo kita mau apakan penjarah ini?” Kalau sudah begini mustahil jalan keluar tidak bisa ditemukan. Dan penjarahan yang sudah berlangsung bertahun-tahunpun akan berakhir.
Tapi kita hanya bisa berhayal. Sekarang presiden hanya menghimbau tegakkan hukum. Menko Ekuin dan menteri ESDM hanya meminta usut tuntas. Kapolri tidak ambil pusing. Panglima TNI cuek. Kejaksaan-Kehakiman entah bagaimana. Penjarah berpesta pora. Terang-terangan mengangkut jarahan dengan mobil tanki. Kadang-kadang membuat pipa minyak Pertamina bahan bakar api unggun.
Pertaminapun menghentikan produksi minyaknya di Tempino-Plaju yang menyebabkan produksi turun 12.000 barel/perhari. Padahal untuk mencari minyak 1 barel/hari saja sulitnya setengah mati.
Mengetahui Tempino tidak berproduksi lagi, penjarahpun bergeser ke jalur Bentayan-Plaju yang sebelumnya tidak terjamah. Maka semua sumur minyak di Bentayan-pun terpaksa dimatikan juga. Kilang Plaju-pun terancam tidak berproduksi secara penuh.
Dahlan Iskan bukan presiden. Tidak ada wewenangnya untuk memerintah TNI-Polri. Tapi Dahlan Iskan orang yang cerdas. Karena tidak bisa memerintah dia justru menampar. Tamparan yang keras dan memalukan. Satu kali tampar mengenai banyak orang. Pertamina menyetop produksi karena aparat gagal melindungi aset-asetnya. Negara tidak berdaya menghadapi mafia.
Tentu bagi pejabat yang masih punya rasa malu ini sangat memalukan. Menteri ESDM, Menko Ekuin, Menko Polhukam, Panglima TNI, Kapolri, bahkan presiden. Mudah-mudahan dengan tamparan itu mereka akan bisa dipaksa mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan masalah.
Persis seperti cara PT KAI memaksa pemerintah dan DPR memberikan subsidi ke KRL AC. Caranya dengan menghapus KRL Ekonomi milik Kemenhub yang sudah tua, jelek, dan mogok-mogok itu. Meski awalnya menuai kecaman karena dianggap tidak perduli masyarakat ekonomi lemah. PT KAI sekarang sudah berhasil, KRL AC sudah mendapat subsidi. Masyarakat miskin bisa naik KRL AC dengan biaya murah. Akankah Pertamina juga akan berhasil mengatasi penjarah dengan bantuan “tamparan” Dahlan Iskan? *** (Kompasiana)
No comments:
Post a Comment