RMOL. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengkritisi, pengaturan pajak yang membuat industri dalam negeri sulit berkembang. Dia mencontohkan PT Inti (Persero) yang saat ini mengalami kendala dalam mengembangkan industri tablet dan smart phone.
“Jadi, orang impor handphone dengan bungkus dan kartonnya ternyata tanpa pajak. Sementara itu, kalau orang mau bikin handphone (HP) di dalam negeri, impor suku cadangnya dikenai pajak. Itu nggak hanya di sektor handphone, permesinan juga begitu. Semua mengalami seperti itu,” katanya, kemarin.
Dahlan mengaku, telah membahas masalah ini bersama Menteri Keuangan Chatib Basri. “Sudah saya sampaikan dan masih dibahas di sana. Tunggu pembahasannya,” ujar peserta konvensi Demokrat ini.
Dahlan yakin, Indonesia bisa memproduksi telepon seluler sekelas Samsung asalkan pemerintah mampu membuat kebijakan perpajakan yang berpihak kepada industri dalam negeri.
“Sangat bisa bersaing. Kita punya PT Inti (Persero) yang sudah mampu memproduksi sendiri ponsel pintar, tapi selama ini sulit dikembangkan karena soal perpajakan,” kata Dahlan.
Menurut Dahlan, selama ini salah satu masalah yang dihadapi perusahaan dalam negeri adalah perpajakan. Menurutnya, pengenaan pajak bagi industri seringkali malah mempersulit perusahaan untuk bertahan apalagi mengembangkan usaha. “Kami prihatin bahwa beberapa bidang industri terkendala pajak,” ujar eks Dirut PLN ini.
Sementara terkait dengan pajak Industri Kecil dan Menengah (IKM), Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah mengaku masih membahas rencana pemungutan pajak bagi industri kecil dan menengah (IKM).
“Ada dua sisi yang mesti dipertimbangkan,” cetus Euis, di sela acara pameran industri kreatif Yogyakarta, di kantor Kemenperin, kemarin.
Pertama, dia menjelaskan sisi postif pajak tersebut. Dengan adanya pajak untuk industri kecil dan menengah, akan memberikan kontribusi kepada pendapatan negara.
Kedua, sisi negatif atas pemberlakuan pajak. Industri kecil dan menengah sangat beragam, tidak seperti industri umumnya.
Menurutnya, karakteristik industri kecil dan menengah adalah harus memperhatikan pasokan bahan baku, pengolahan, sampai produk jadi. “Setelah produk jadi pun, belum tentu laku. Jadi masih banyak yang mesti dipertimbangkan untuk memungut pajak kepada industri kecil dan menengah,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Ada seorang Facebooker curhat begini soal pajak :
Curhat Pajak Untuk Pak SBY
Selamat pagi Pak SBY
Semoga Bapak berkenan membaca surat ini dan melakukan tindakan konkrit selekasnya.
Dalam tiga hari terakhir, masyarakat Indonesia diperlihatkan sebuah aturan pajak yang tidak masuk akal.
Pertama, aturan pajak smartphone yang sangat aneh. Industri dalam negeri kalau merakit handphone, dikenakan pajak barang mewah. Sementara importir smartphone dalam kondisi siap pakai, justru bebas pajak.
Bagaimana akal sehat bisa menerima ketentuan ini? Seharusnya produk impor dalam kondisi siap pakai itu dikenakan pajak. Yang mau merakit di dalam negeri diberi insentif. Insentif itu logikanya hanya diberikan kepada mereka yang mau melakukan sesuatu untuk kepentingan negara. Lha kalau tidak menyumbang apa-apa untuk negara, buat apa diberi insentif?
Peraturan itu tidak hanya tidak masuk akal, tetapi juga menghina bangsa sendiri. Mosok yang diimpor dari smartphone sampai dos-nya segala. Seperti Indonesia tidak ada yang bisa cetak dos saja. Sungguh Pak, buat saya sangat sangat menyakitkan.
Belum lagi bila kita melihat implikasi ekonominya. Dengan tidak terkena pajak, mana mungkin perusahaan smartphone itu mau berinvestasi membangun pabrik di Indonesia? Mereka akan memilih menggunakan lini produksi di negaranya.
Pak SBY pasti paham, bahwa kehadiran sebuah pabrik smartphone itu memiliki efek domino yang sangat besar? Tidak hanya menyerap tenaga kerja, tetapi juga membuat generasi bangsa yang memiliki keahlian akan tinggal di Indonesia. Keahlian mereka terpakai.
Sudah banyak orang-orang pandai di negeri ini yang pergi karena tidak ada industri yang menyerap keahliannya. Jangan sampai lebih banyak lagi yang pergi dari Indonesia.
Hari ini, rakyat Indonesia kembali disuguhi berita tentang peraturan pajak atas produksi pesawat terbang dan helikopter dalam negeri yang lebih tidak kalah konyolnya. Bagaimana mungkin, PT Dirgantara Indonesia harus menjual pesawat dengan dikenai pajak 50%, sementara kalau impor pesawat utuh tidak kena pajak.
Aduh Pak SBY, mau menangis saya membaca berita itu. Bener-bener kelewatan deh, Bapak harus segera memanggil seluruh anggota kabinet untuk meminta komitmen mereka sekali lagi tentang platform dalam membangun Indonesia dan membela kepentingan nasional.
Kalau pembebasan pajak impor smartphone diberlakukan dengan alasan risiko terjadinya penyelundupan akan sangat besar, perbaiki segera instansi yang bertanggung jawab mencegah penyelundupan. Kita punya Bea Cukai, punya Kejaksaan, punya Kepolisian dengan segala kelengkapannya. Jangan karena takut ada penyelundupan, maka pajak yang dibebaskan.
Sudah lama bangsa kita diejek oleh bangsa lain karena kebodohan-kebodohan pejabatnya dalam membuat peraturan. Sampai kapan kita tahan diejek-ejek?
Terima kasih Pak Dahlan Iskan atas keberanian Anda mengungkap keanehan demi keanehan yang terjadi di negeri ini.
Joko Intarto @intartojoko
No comments:
Post a Comment