Friday, June 14, 2013

BMW me-release Mobil Listrik BMW i3

Kalau Jerman saja semangat membuat mobil listrik, kenapa Indonesia tidak ? Indonesia sudah
puluhan tahun 'dijajah' mobil-mobil impor Jepang, sudah saatnya bikin mobil nasional sendiri.
Kalau mobil bensin sudah tidak mungkin mengejar Jepang bahkan di negeri sendiri, maka
tepat jika Dahlan Iskan bilang, start mobil listrik semua sama, jadi kita harus memulainya sekarang. 


Banyak orang pesimis akan masa depan mobil listrik ini tidak hanya di Indonesia, tapi juga di hampir seluruh dunia. Di AS, banyak produsen mobil listrik yang bangkrut dan tidak produksi
lagi. Di Jepang, hanya beberapa gelintir orang yang berminat pada mobil listrik ini jadi penjualannya pun seret. Di Indonesia, banyak orang yang pesimis terhadap rencana Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk membangun industri mobil listrik, mengingat kegagalan di negara-negara lain yang lebih maju. Mobil Hybrid telah lama lahir, Toyota sudah lama membuat prototipenya, tapi tetap saja belum bisa menggantikan mobil berbahan bakar bensin atau solar.

Jika kita mengikuti alur pemikiran pesimisme itu, maka selamanya Indonesia akan 'dijajah' oleh mobil-mobil impor Jepang. Indonesia sebagai negara besar hanya akan menjadi konsumen, pembeli, konsumen, pembeli, konsumen, pembeli, dan terus begitu sampai hari kiamat. Tengoklah ke depan, ke belakang, ke kiri, ke kanan, di jalan-jalan raya di Jakarta, Surabaya, Yogya, Medan, Padang, Pontianak, Bali, Aceh, Papua, yang tampak hanya mobil Jepang, Jepang, Jepang, Jepang, dan Jepang. Tak satupun mobil buatan Indonesia. Pembuatan insfrastruktur jalan tol, jalan raya, hanya membuat kaya orang-orang Jepang sementara kita kalau menjual mebel ke Jepang, susahnya bukaaannnnn main !! JEpang itu sulit membuka pasar untuk negara lain, tapi Indonesia begitu mudahnya membuka pintu barang-barang Jepang.

Itu yang ditentang oleh mahasiswa UI di tahun 1974 saat kedatangan PM Jepang Tanaka hingga berbuah peristiwa Malari. Demonstrasi mahasiswa disusupi oleh para perusuh sehingga para Mahasiswa cerdas itu dituduh telah bikin kerusuhan. Pimpinannya, Hariman Siregar ditangkap dan dipenjarakan selama Orba.

Mahasiswa gagal membendung arus 'pemodal' Jepang dan sebagai hasilnya rakyat disuruh membeli mainan-mainan buatan Jepang sementara Indonesia memenuhi bahan bakunya untuk mereka. Bung Karno mungkin menangis melihat fakta ini, hanya berjarak 7 tahun setelah beliau meninggal.   

Sekarang mau menghentikan dominasi Jepang atas pasar otomotif di dalam negeri sudah terlambat, telaaaaaatt, seperti kebiasaan mikir para teknokrat kita yang lulusan Berkeley atau Harvard itu, nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Sulit mengalahkan Toyota Avanza atau Kijang Innova dengan mobil Esemka. Mustahil. Apalagi baru lahir saja sudah mau dibunuh oleh mobil murah Ayla dan pemerintah mengeluarkan LCGC, low cost green cars. Namanya bayi baru lahir, dibiarkan kepanasan di lapangan atau ditenggelamkan di dalam selokan ya mati ! Tak mampu melawan...

Mau begini terus ? 
Atau mau rakyat makmur seperti rakyat Jepang ?
Gimana donk solusinya ?

Menteri BUMN Dahlan Iskan punya pemikiran lain yang tak pernah dipikirkan oleh dirjen-dirjen Kementerian Perdagangan atau Kementerian Industri, yang sudah nyaman dengan situasi 'comfort' di kursi empuk, maleslah mikir yang susah-susah. Dirjen teknologi tinggi Departemen perindustrian malah sinis bilang mobil Esemka itu hanya praktek anak-anak STM.

Dahlan Iskan, demi mengambil hati seorang pemuda Indonesia cerdas yang telah memiliki lusinan paten di Jepang dalam hal pembuatan baterai mobil, rela memberikan gaji menterinya agar doski mau pulang ke Indonesia dan membangun pabrik baterai Nipress. Dahlan Iskan bukan sok ingin populer, tapi hasrat kekuasaan tak ada apa-apanya dibandingkan rasa cintanya pada negeri ini, agar bangsa ini secepat mungkin bisa maju, makmur, dan hebat. 

Sadar tak mungkin mengalahkan Jepang dalam pasar otomotif dalam negeri untuk mobil berbahan bakar bensin, maka Dahlan Iskan tidak mau head-to-head melawan Toyota, Nissan, Honda, Suzuki, dan lain-lain. Indonesia harus mulai dari yang belum mereka garap, yakni pasar mobil listrik. Mobil listrik adalah mobil masa depan, jadi mumpung negara-negara maju tidak getol memproduksi dan menjual secara besar-besaran mobil listrik, maka kinilah saatnya Indonesia memulainya !

Mengapa Toyota tidak tertarik memproduksi mobil listrik ini secara massal ? Apakah karena mereka tahu tidak akan laku ? Sepi peminat ? Sulit ? Atau karena hal lain ?

Menurut saya, jawabnya adalah sederhana : produsen otomotif Jepang sudah terbuai dengan enaknya keuntungan mobil bensin jadi enggan membuat mobil listrik yang peminatnya kecil dibanding mobil bensin yang mampu mereka jual di seluruh dunia. Hukum alam, mereka sudah nyaman dengan itu, jadi enggan bersusah payah memperjuangkan mobil ramah lingkungan ini. ? Uangnya keciiil. Kalau anda punya bisnis yang menghasilkan 11 milyar/hari, anda mungkin enggan menjalani bisnis yang cuma untung 100 ribu per hari.

Tapi khan di AS produsen mobil listrik pada gulung tikar ? 
Jangankan mobil listrik, produsen mobil bensin AS pun kedodoran melawan industri otomotif Jepang atau Jerman, Korea atau Swedia. 

Tapi peminat mobil listrik kecil. Tidak sebesar mobil bensin. 
Untuk Indonesia, tidak akan masalah. Sudah terbiasa tidak mendapat untung apapun memproduksi dan menjual mobnas, karena memang sulit bersaing dengan Jepang, maka peminat kecil pun tidak apa-apa asal ada peminat. Seiring dengan berjalannya waktu, Insya Allah konsumen akan beralih ke mobil listrik ini manakala harga BBM selangit, pajak tinggi, dan biaya operasional juga mahal. 

Hanya Indonesia yang ngotot bikin mobil listrik sementara negara lain yang lebih maju saja tidak. Siapa bilang ? Jerman, produsen mobil BMW, Mercy, dan lain-lain yang terkenal di dunia dan punya citra yang lebih baik ketimbang Jepang, bahkan baru mulai sekarang. Mereka sepertinya terinspirasi oleh Indonesia karena itu Kanselir Jerman, Angela Merkel, menarjetkan 1.000.000 mobil listrik akan memenuhi jalan-jalan raya di Jerman pada tahun ini.

Simak berita berikut ini :

Meski saat ini penjualan mobil listrik di dunia masih belum menggembirakan, cara BMW menggunakan trik khusus untuk menjaring mobil listrik BMW i3 sepertinya agak berhasil. 

Berita terakhir, konsumen yang tertarik menjajal mobil tersebut sebanyak 100.000 orang. Angka tersebut dianggap luar biasa oleh BMW.

Dan meski dari 100.000 orang yang ingin mengetes tadi tidak semuanya akan membeli mobil i3, Kepala Penjualan BMW Ian Robertson mengklaim kalau sudah banyak diantara mereka yang menaruh uang tanda jadi.

"Kami yakin dengan i3 dan i8 (mobil sport hybrid) kami bisa mengalihkan kebutuhan (konsumen) karena kami yakin pada teknologi ini," katanya seperti dilansir Left Lane News.



BMW i3 memang merupakan salah satu mobil yang ditunggu. Sebab, ini adalah mobil listrik pertama yang akan dijual massal oleh BMW. Selain itu, i3 juga akan menjadi mobil pertama dalam keluarga seri 'i'.

"Dalam 3-4 tahun ke depan kita akan melihat perkembangan baterai dalam 100 tahun terakhir," yakinnya.

Menurut rencana versi produksi dari mobil ini akan memulai debut di Frankfurt pada 2013 ini dan akan mulai dijual di Eropa pada akhir tahun nanti. Diperkirakan harganya ada di antara 28.000-38.800 euro, tidak jauh dari harga BMW Seri 3.

Setelah i3, BMW juga akan melahirkan sport car hybrid, i8. "Ini adalah investasi dalam agenda ke depan, dan di agenda itu kita berpikir kendaraan nol-emisi akan memiliki bagian kunci yang sangat, sangat penting untuk bermain (di pasar)," lugasnya.

BMW i3 diproduksi di pabrik BMW di Leipzig, Jerman. Mobil tersebut menggunakan 1 motor elektrik dengan tenaga dan torsi puncak 170 hp dan 250 Nm. Baterainya sudah menggunakan baterai lithium-ion yang tersemat di bawah lantai. Jika baterai terisi penuh, mobil sanggup menjelajah hingga 130-160 km.

Bahan baku carbon fibre-reinforced plastic (CFRP) membuat mobil ini semakin ringan. BMW i3 memiliki dimensi PXLXT (3.800 mm, 2.000 mm, 1.500 mm) dan wheelbase-nya sama 2.600 mm.

Bagian interiornya terlihat futuristik dengan layar 6,5 inci di kemudi dan layar sentuh 8,8 inchi di tengah dashboard.

No comments: