Sunday, June 9, 2013

Film dokumenter ingatkan perlawanan "perang kotor" Obama

Drone milik AS sedang melepaskan roket pembunuh menuju sasaran.

Sebuah film dokumenter yang diluncurkan pada Jumat (7/6) waktu setempat menggambarkan penyerangan rahasia Amerika Serikat terhadap para tersangka teror sebagai sebuah kampanye pembunuhan salah sasaran dan justru menghasilkan musuh-musuh baru serta merusak citra negara.

Melalui film berjudul "Dirty Wars: The World is a Battlefield", jurnalis Jeremy Scahill mengutuk "pembunuhan bertarget" atas milisi terkait Al-Qaida dalam sebuah serangan peluru kendali dan penyerbuan malam hari berdasarkan perintah sebagai sesuatu yang menyenangkan, sebuah negara perang permanen yang "lepas kendali".

Film tersebut berupaya menyoroti operasi yang berlangsung di bawah bayangan semenjak serangan 11 September 2011 (kerap dikenal sebagai peristiwa 9/11), dengan berfokus pada penumpasan warga sipil di Afghanistan dan Yaman.

Film dokumenter itu menceritakan serangan gagal yang dilakukan pasukan operasi khusus di desa Gardez, Afghanistan, yang menewaskan lima orang termasuk dua perempuan hamil.

Film itu juga menyisipkan rekaman video pribadi yang diambil oleh keluarga Afghanistan, menampilkan sebuah acara kumpul-kumpul diselingi tari-tarian dan tawa hanya beberapa menit sebelum orang-orang terdekat mereka dihujani peluru panas.

Salah seorang korbannya belakangan diketahui sebagi seorang polisi Afghanistan yang dilatih oleh AS.

Para penghuni desa lantas murka, bersumpah memerangi komandan berjenggot yang mereka sebut sebagai "Taliban Amerika".

"Apabila orang Amerika melakukan ini lagi, kami siap menumpahkan darah untuk memerangi mereka," kata salah seorang warga Afghanistan.

Kabar tentang serangan tersebut tersebar namun pasukan AS bersikeras korban mereka adalah anggota Taliban, sebelum akhirnya meminta maaf untuk kesalahan tragis tersebut.

Dalam sebuah wawancara Scahill mengatakan operasi rahasia semacam itu kontraproduktif dan salah secara moral, menimbulkan lebih banyak sikap anti-Amerika.

"Saya mendapati kesimpulan setelah beberapa tahun melakukan pekerjaan ini, bahwa kita (AS) menciptakan lebih banyak musuh baru ketimbang menumpas teroris yang sesungguhnya," kata Scahill, yang juga sempat menulis buku tentang perusahaan penyedia jasa keamanan privat penuh skandal, Blackwater.


Anak-anak yang tewas dan terluka parah oleh serangan Drone AS di Yaman dan Pakistan. Korban sipil terus berjatuhan oleh serangan demi serangan robot-robot pembunuh milik AS, atas nama pembasmian terorisme. Jika melihat seperti ini, saya jadi ragu, siapakah teroris sebenarnya ? AS ataukah rakyat Pakistan, Afganistan, Yaman, Irak, yang tak berdosa  yang menderita jadi korban ? Kapankah kejahatan keji seperti ini akan berakhir ? 

"Tujuan film ini bukan untuk mengarahkan bagaimana orang berpikir tentang hal semacam ini (operasi khusus), tetapi menyajikan narasi berbeda dibandingkan yang biasa didengar lewat televisi," ujarnya dikutip AFP. (AntaraNews).


Sedih rasanya menyaksikan kerusakan demi kerusakan akibat perbuatan negara adidaya AS dan sekutunya NATO di hampir seluruh penjuru negara-negara muslim. Perlakuan semena-mena seperti ini
hanya akan menebarkan kebencian dan aksi perlawanan-perlawanan baru. 

Shakira, seorang bocah perempuan Pakistan, menderita cacat seumur hidup di bagian wajahnya akibat serangan Drone AS. Ada puluhan bahkan ribuan korban lain yang tak kalah parahnya sebagai korban akibat peperangan permanen yang didengungkan oleh AS bersama sekutunya, NATO.   

No comments: