Wednesday, June 12, 2013

Membandingkan Pesawat CN 295 Buatan PT DI dan MA 60 Buatan China

"Soal Bikin Pesawat, Indonesia Masih di Atas China"- Ilham Habibie


Pesawat CN 295 Milik TNI AU buatan PT DI. Kuat, irit bahan bakar,
cepat, dan belum pernah mengalami kecelakaan

PM Malaysia, PM Pakistan, Pemimpin Turki, dan Presiden Korea Selatan merasa sangat puas menggunakan pesawat Buatan Bandung untuk kelas VVIP Mereka. Kepala Angkatan Udara Tentara Diraja Malaysia bahkan menyetir sendiri CN 235-220 miliknya.

Sebagai orang awam, saya agak bingung kenapa Merpati Airlines justru impor pesawat dari China berupa pesawat MA 60 turbo-prop yang saat ini digunakan, padahal soal kualitas pesawat Indonesia masih jauh di atas China.

Orang sekelas Ilham A. Habibie saja mengatakan demikian. 
Ilham A. Habibie, putra sulung mantan Presiden RI BJ Habibie, bukan orang sembarangan jadi beliau mengerti betul apa yang dikatakannya. Jika beliau berpendapat demikian, hampir pasti memang demikianlah adanya. Bahwa jika kita bicara soal membuat pesawat dan kualitas pesawat itu sendiri, Indonesia memang benar masih di atas China.

"Soal buat pesawat kita masih lebih bagus dan jauh di atas China, dari segi kualitas kita masih oke," kata Ilham ketika ditemui detikFinance pekan lalu di kantornya di Kawasan Mega Kuningan, seperti dikutip, Senin (18/3/2013).

Kata Ilham, saat ini China boleh bangga punya MA 60 yang saat ini digunakan Merpati.

"Tapi pada dasarnya desain MA 60 itu mesinnya memang digunakan untuk militer, namun karena digunakan untuk sipil mereka menurunkan sedikit kualitasnya, karena dasarnya untuk militer sehingga boros, militerkan ngak mikirin boros apa tidak yang penting tahan banting dan menang perang," ucapnya.

MA 60 sendiri kata Ilham diakui sendiri oleh Dirut Merpati Rudy Setyopurnomo kalau pesawat tersebut sangat boros.

"Ya saya pernah diskusi dengan Dirut Merpati Pak Rudy, pesawat itu boros, kalau sudah boros bahan bakar bagaimana mau bisa dapat money (uang). Lagi pula MA 60 dipakai bukan karena kualitas, tetapi karena Merpati saat itu kesulitan pendanaan dan tidak bisa pinjam ke bank, tapi China mau meminjamkan dana untuk membeli MA 60 buatan mereka," ungkapnya.

Lantas dari segi mana kita masih teratas dibandingkan China dari segi kualitas pesawat?

"Ya R80 (Regio Prop 80) yang saat ini sedang kita selesaikan proses pembangunannya, kita akan memiliki pesawat dengan menggunakan baling-baling, yang didesain untuk jarak dekat, hemat bahan bakar, teknologi terbaru, kapasitas lebih banyak yakni mencapai 80 kursi, mesin lebih cepat dan yang terpenting jauh lebih murah dari pesawat ATR karena produksi dan suku cadang dibuat semua di Indonesia, dan yang lebih penting lagi kita punya Sumber Daya Manusia yang berpengalaman bahkan seperti di Boeing, Airbus, ATR, di PT DI dan banyak lagi," tandasnya.

Seperti diketahui Ilham bersama Mantan Dirut Bursa Efek Indonesia (BEI) Erry Firmansyah bersama-sama membentuk PT Ragio Aviasi Industri (RAI) untuk membangun pesawat new N-250 yang dulu pernah dibuat BJ Habibie.

Pesawat berkapasitas 80 kursi tersebut diberi nama R80 atau Regio Prop 80 diamana pesawat tersebut menggunakan baling-baling.

Pesawat CN 295 buatan dalam negeri

Pesawat ini adalah pesawat pengembangan dari pesawat CN-235 yang menangguk sukses di pasaran sejak diluncurkan tahun 1983, terbanyak digunakan di Turki, 61 pesawat. CN-235 merupakan proyek Casa, pabrikan pesawat Spanyol dan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) Indonesia. Pesawat CN-295M merupakan pesawat angkut sedang taktis (medium airlifter) generasi terbaru yang sudah menggunakan full glass cockpit, digital avionic dan sepenuhnya kompatibel menggunakan night vision goggles (NVG), sehingga CN-295M merupakan pesawat angkut sedang versi militer yang dapat diandalkan di kelasnya. CN-295M mampu membawa sampai dengan total sembilan ton kargo atau kurang lebih 71 personel.

Pesawat ini juga mampu terbang sampai ketinggian 25 ribu kaki dengan kecepatan jelajah maksium 260 Knot (480 Km/Jam) serta dapat diterbangkan dan dikendalikan dengan aman dan sangat baik pada kecepatan rendah sampai dengan 110 Knots (203 Km/Jam). Dengan menggunakan 2 Mesin Turboprop Pratt & Whitney Canada (PW 127G), pesawat ini mampu melaksanakan lepas landas dan melaksanakan pendaratan pada landasan yang pendek (STOL/ Short Take Off & Landing) yaitu 670 m/2.200 kaki dengan berat tertentu. “Kemampuan Pesawat C-295 M dinilai sangat cocok dan ideal dikaitkan dengan tugas dan misi yang diemban oleh skadron Udara 2,” ujar Komandan Skadron Udara 2 Letkol Pnb Silaen di sela-sela penyerahan pesawat tersebut dalam dalam siaran pers TNI AU, Kamis (4/4/2013).

CN 295 semenjak digunakan oleh TNI AU maupun negara-negara lain seperti Malaysia, Turki, Korea Selatan, belum pernah jatuh atau mengalami kecelakaan tragis maupun insiden ringan. Di luar sebab human error, pesawat CN 295 ini sangat tangguh dan tidak diragukan lagi, lebih baik ketimbang pesawat sejenis buatan Cina, yakni Ma 60. Pesawat ini sudah mendapat sertifikasi dari FAA sementara MA 60 belum. 

Pesawat buatan Indonesia ini sangat diperhitungkan kualitasnya oleh negara lain. Buktinya pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia yaitu CN235-220 digunakan oleh para pemimpin negara sebagai pesawat VIP.

"Kita punya pesawat CN235-220 itu pesawat multi missions platfrom, bisa untuk pribadi, maritime patrol, kargo dan lainnya," ucap Vice President Logistics & Costumer Support Division PT Dirgantara Indonesia, Mula W. Wangsaputra di The 12th Langkawi International Maritime & Aerospace (LIMA '13) Langkawi, Malaysia, Selasa (26/3/2013).

Salah satu bukti bahwa produk PT DI berkualitas yakni pesawat CN 235-220 digunakan oleh Perdana Menteri (PM) Malaysia, Presiden Korea Selatan dan Pakistan. "PM-nya Malaysia pakai, Korea Selatan pakai, Pakistan pakai punya kita juga," ucap Mula.


Pesawat CN 235 milik TUDM hasil produksi PT DI digunakan sebagai pesawat VVIP, tampak lebih kuat dan dinamis.
Pesawat CN235-220 dipesan oleh mereka untuk dijadikan pesawat VIP. "Jadi pesawat ini digunakan para pemimpin negara tersebut untuk pergi dinas di dalam negaranya sendiri," katanya. (Baca ulasan mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) TNI AU Indonesia yang sekaligus Chairman CSE Aviation terkenal, Marsekal TNI (Purn) Cheppy Hakim di postingan di blok ini berjudul : "Para Pemimpin Dunia Pakai Pesawat Made in Bandung, Bagaimana Indonesia ?

Jadi, pesawat yang dipesan oleh negara-negara asing dari PT DI itu ternyata dijadikan sebagai pesawat VVIP, bukan untuk penumpang biasa. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Merpati dan riwayat kecelakaan pesawat MA 60


MA 60 dalam kondisi mengenaskan, setelah mengalami hard landing.

Sejak 2009 hingga 2013 ini sudah terjadi tujuh kali kecelakaan pesawat MA 60 yang semuanya terjadi saat akan mendarat, masing- masing di Filipina, Bolivia, Myanmar, dan Indonesia. Tidak ada korban jiwa kecuali yang terjadi di Kaimana 7 Mei 2011, seluruh 22 penumpang dan 4 awak pesawat meninggal dunia. 

Sebagai catatan, pesawat MA 60 adalah sebuah pesawat yang telah menerima sertifikat dari Civil Aviation Administration of China pada 2000 dan hingga kini tidak atau belum memiliki sertifikat dari Federal Aviation Administration (FAA) otoritas penerbangan Amerika Serikat yang paling berpengaruh dan kredibel di dunia. 

Sejak diterbangkan Merpati Nusantara Airlines (MNA) tahun 2011,--MNA mengadakan sekitar 13 pesawat secara bertahap pada 2007 dengan harga per unitnya US$ 11 juta atau Rp 94,08 miliar,-- pesawat MA 60 buatan China mengalami beberapa insiden hingga kecelakaan. Pesawat yang tergelincir di Bandara El Tari Kupang, NTT, pada Senin (10/6/2013) lalu ternyata bukan insiden yang pertama. Dalam kecelakaan pesawat udara terdapat 3 kriteria tingkatan kecelakaan, yaitu incident (insiden), serious incident (insiden serius), dan accident (kecelakaan). Bila pesawat tergelincir, biasanya digolongkan ke insiden, bila pesawat itu mengalami deformasi atau perubahan bentuk, biasanya digolongkan ke dalam insiden serius. Namun bila insiden itu sudah menelan korban jiwa, maka kategorinya adalah accident. Berikut daftar insiden dan kecelakaan pesawat MA 60.

19 Februari 2011, Tergelincir di El Tari Kupang, NTT

Pesawat Merpati MA 60 tergelincir dan keluar dari landasan (runaway) Bandara El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) sejauh 15 meter. Namun, kondisi pesawat tersebut dilaporkan tidak mengalami kerusakan berarti.

Pesawat baling-baling dengan register PK-MZJ itu tergelincir ketika hendak take off pukul 06.00 WITA.

Seorang saksi mata, Robin, yang tengah berada di bandara tersebut mengatakan, kecelakan pesawat baling-baling itu terjadi pada pukul 06.20 WITA, Sabtu (19/2/2011).

"Pas mau ngangkat (take off) ke udara, nggak jadi. Pesawat tergelincir ke luar dari landasan," kata Robin, kepada detikcom.

9 Mei 2011, Jatuh di Teluk Kaimana Papua

Ini adalah kecelakaan pesawat MA 60 paling tragis dengan jumlah korban terbanyak, di mana seluruh penumpang dan kru pesawat tidak ada yang selamat. Menurut pakar, pesawat tampak terlalu mudah nyungsep begitu saja ke laut dan tampak terlalu mudah. Meskipun KNKT menyimpulkan karena kesalahan Pilot, namun banyak pihak meragukan kseimpulan itu. 
Pesawat MA 60 yang dioperasikan Merpati Nusantara Airways jatuh di Teluk Kaimana, Papua Barat. Menurut GM Corporate Secretary & Legal Merpati Imam Turidy, pesawat mengangkut 19 penumpang dan 6 kru. Pesawat nahas itu menghujam ke dalam laut sekitar 500 meter sebelum mendarat ke landasan pacu Bandara Utarom, Kaimana. Semua penumpang dan kru pesawat tewas.

KNKT akhirnya menyelesaikan investigasi terhadap kecelakaan pesawat Merpati bernomor registrasi PK-MZK tersebut yang terjadi 7 Mei 2011 silam. Hasilnya, kecelakaan itu disebabkan kelalaian pilot.

2 Desember 2011, Keluarkan Percikan Api


MA mengeluarkan percikan Api

Apakah insiden ini karena kesalahan pilot juga ? Mudah sekali menyalahkan bawahan atau seseorang yang dinilai tak punya pengaruh atau kekuasaan. Mengkambinghitamkan kopral lebih gampang ketimbang menunjuk Jenderal yang harus bertanggung jawab. Fenomena seperti ini terjadi di mana-mana. Kalau jari telunjuk mengarah pada kualitas pesawat yang jelek, maka sudah pasti itu kesalahan akan mengarah pada direktur atau CEO Merpati, atau Menperindak yang berkolaborasi dengan petinggi terkait.

Pesawat MA 60 mengalami insiden mengeluarkan percikan api di udara, saat terbang dari Bima ke Denpasar.  

Pesawat itu memiliki nomor registrasi PK MZG/MA 60 dan nomor penerbangan NZ 623. Saat pesawat berada di ketinggian 6.500 kaki, penumpang melihat api keluar dari mesin kiri pesawat.

"Engineer memberi tahu ke kapten bahwa engine kiri ada fire. Langsung engine di-shut dan fire extinguisher diaktifkan. Lalu fire mati dan pesawat return to base (RTB) ke Bima dan landing safe," tutur Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub Bambang S Ervan.

Pilot pesawat tersebut adalah Kapten Dwi Wahyu. Sedangkan kopilotnya adalah Ari Dwi. Sedangkan teknisi yang ada dalam pesawat adalah Tri Nandang.

Dirut Merpati Sardjono Jhony bersyukur pilot pesawat itu telah melakukan prosedur yang tepat.

"Pilot melakukan prosedur yang tepat dan alhamdulillah mendarat dengan selamat di Bima," sambung Jhony.

8 Januari 2012, Terperosok di Lahan Gambut Sampit


Pesawat Merpati MA 60 bernomor registrasi PK-MZM dengan nomor penerbangan MZ 536 Surabaya-Sampit  terperosok di runway Bandara H Asan Sampit, Kalimantan Tengah. 

Pesawat yang terbang dari Bandara Juanda, Surabaya, sebenarnya mendarat dengan sangat sempurna pada pukul 15.30 WIB, Sabtu (7/1/2012), di Bandara H Hasan, Sampit. Sesuai prosedur pesawat taxi ke Apron 1500 dari Treshold 31.

"Namun Kapten Pilot Saptono, memutar terlalu ke tepi runway bandara, sehingga roda sebelah kiri pesawat masuk ke shoulder dan terjeblos. Karena tekstur tanahnya gambut, maka pesawat tidak bisa bergerak dan miring ke kiri," kata SVP Corporate Secretary & Legal Merpati, Imam T. Jakfar, dalam press release yang diterima detikcom, Senin (9/1/2012).

Pada pukul 16.30 WIB, seluruh penumpang berhasil dikeluarkan dengan baik, tanpa mengalami hambatan berarti. Sementara pesawat yang sempat mengganggu penerbangan di Bandara Haji Hasan, Sampit, juga sudah berhasil ditarik pada Minggu (8/1), dengan cara mengangkat roda pesawat tersebut.


1 Desember 2012, Tergelincir di Bandara Lombok

Pesawat Merpati Airlines Nomor penerbangan MZ 6063 tergelincir di Bandara Internasional Lombok (BIL), sesaat setelah mendarat. Sistem hidrolik ban kiri belakang pesawat tidak berfungsi, membuat pesawat terperosok. Namun seluruh penumpang selamat.

Pesawat jenis MA 60 buatan China itu mendarat di Bandara Lombok pukul 11.55 Wita. 

Desmi Indrayana, Humas Angkasa Pura I Bandara Internasional Lombok dihubungi detikcom, Senin (31/12/2012) mengatakan, pesawat itu tergelincir di taxiway bandara saat hendak menuju apron, sesaat setelah mendarat.

"Ban kiri keluar lintasan saat hendak berbelok menuju taxiway. Hasil pemeriksaan, karena sistem hidrolik pada roda kiri di belakang tidak berfungsi," kata Desmi.

Pesawat itu mengangkut 24 penumpang dari Bima. Seluruh penumpang selamat, dan dievakuasi dari tempat pesawat tergelincir.

10 Juni 2013, Tergelincir di Bandara El Tari Kupang, NTT

Pesawat MA 60 Milik Merpati tergelincir hingga patah menjadi dua bagian.

Pesawat Merpati jenis MA 60 buatan China bernomor registrasi PK MZO mengalami crash landing (pendaratan sangat keras) dan undershoot alias pesawat yang mendaratkan rodanya sebelum titik pendaratan yang diharapkan di landasan (runway) pada pukul 09.40 Wita. Pesawat ini membuat Bandara El Tari Kupang ditutup karena evakuasi pesawat yang nose wheel atau roda depannya tak tampak keluar ini membutuhkan waktu berjam-jam.

Dari 45 penumpang dewasa dan 1 bayi semuanya selamat. Dari jumlah itu, ada 9 orang sempat dirawat di RS di Kupang, terdiri dari seorang penumpang dirawat di RS AU Kupang, sedangkan 6 orang penumpang masih dirawat di RSUD Prof dr WZ Johannes dan 2 orang penumpang di rawat di RS Bhayangkara, Kupang.

37 Orang Penumpang sudah kembali ke keluarganya masing masing di kawasan Kupang. Semua biaya hotel dan biaya rumah sakit ditanggung sepenuhnya oleh Merpati.

4 Kru yang terdiri dari Capt Adithya Prio Joewono, Co Pilot Au Yong Vun Pin serta 2 flight attendant Lanny Wulandari dan Anesa Purwanti dalam keadaan baik.

Evakuasi berlangsung sehari semalam hingga Bandara El Tari bisa dibuka hari ini pada pukul 07.00 Wita.

Kecelakaan di NTT merupakan yang ketujuh kalinya menimpa pesawat itu sejak pertama kali dipakai oleh Merpati Airlines dan keenam kalinya sejak dipakai oleh Sichuan Airlines. Pesawat yang sama juga pernah mengalami kecelakaan di Myanmar, Insiden di Kaimana merupakan yang paling buruk karena menewaskan seluruh penumpang yang berjumlah 27 orang.

Ironisnya lagi, 'musibah' itu sudah terjadi sejak pembelian pesawat tersebut. Awalnya pesawat ini akan dibeli sebanyak 15 unit dari Xian Industry. Namun, pada akhirnya hanya delapan unit yang dibeli. Xian tidak terima dengan perubahan ini lalu kemudian menggugat Merpati.

Skema pembayarannya pun bermasalah. Merpati Nusantara bersedia menandatangani kontrak dengan klausul di antaranya, bahwa Merpati sepekat dengan harga yang ditetapkan dalam kontrak tersebut. Termasuk Spesifikasi pesawat, cara pembayaran, bahkan skema pembelian pesawat.

Namun, pemerintah kemudian meminta bahwa sistem pengadaan pesawat MA-60 diubah menjadi leasing. Ketika itu, masalah ini membuat heboh karena ternyata Kementerian Keuangan belum menyetujui SLA untuk pembelian pesawat tersebut, namun pihak Merpati sudah menandatangani kontrak dengan Xian.

Pembelian nekat kalau boleh kita bilang. Ini bisa saja dipengaruhi oknum yang ingin mengeruk keuntungan dari pengadaan pesawat tersebut. Mereka merasa paling paham tentang pembelian itu sehingga melangkahi Kementerian Keuangan sekalipun.

Dalam pembelian itu sempat disebut-sebut adanya keterlibatan Jusuf Gunawan Wangkar, bekas Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi. Ia bahkan dituding terlibat dalam proyek pengadaan pesawat MA-60 yang juga dituding terjadi penggelembungan dana hingga US$40 juta.

Jusuf Wangkar tentu saja membantahnya dengan keras. Ia berani bersumpah tidak tahu menahu mengenai pengadaan itu. Keterlibatan Jusuf Wangkar disebut-sebut dalam sebuah siaran pers yang dikeluarkan sebuah serikat buruh sebagai staf khusus Presiden yang masih aktif di lingkungan Istana Presiden dan ikut terlibat pengadaan pesawat MA-60 untuk PT Merpati Nusantara Airlines.

Ketua Indonesia Development Monitoring Munatsir, ketika itu, menyebutkan yang menjadi broker pengadaan pesawat ini adalah bukan perusahaan yang profesional di bidangnya, yakni PT Pelangi Golf yang dipimpin Mulyadi. Perusahaan ini berkantor di kompleks Pergudangan Pluit Blok A.

"Untuk memuluskan proyek pengadaan pesawat Merpati itu, PT Pelangi Golf dibantu oleh staf khusus Presiden SBY yaitu, Jusuf Wangkar. Karena pengaruh itu, mereka bisa memenangkan pengadaan ini walaupun bisnis intinya sama sekali tidak berada di bidang penerbangan,” ungkap Munatsir.

Minus Sertifikat FAA

Persoalan MA-60 ternyata tidak berhenti sampai di sana. Belakangan diketahui bahwa pesawat ini tidak memiliki sertikat Federal Aviation Administration (FAA) atau semacam badan keselamatan penerbangan Amerika Serikat.

Sertifikat itu tentu penting karena menunjukkan kelayakan terbang sebuah pesawat. Tentu saja, kelayakan dalam versi FAA dan itu tidak menjadi syarat mutlak bagi pesawat untuk terbang. Sebab, FAA memang bukan dewa penerbangan.

Sehingga Merpati pun menganggap sertifikat itu tidak penting. Alasannya, pesawat MA-60 tidak digunakan di AS sehingga tidak perlu sertifikat itu.

Memang FAA bukan penentu. Namun, bagaimanapun badan itu berpengalaman dalam menentukan kelaikan terbang, sehingga akan lebih bagus jika MA-60 juga dinyatakan layak oleh mereka.

Persoalannya ketika itu adalah, sertifikat dari mana yang memberi kelayakan untuk terbang? Tentu saja, dari China dan Indonesia. "Sertifikasi sudah dilaksanakan oleh pemerintah China dan juga kita (Indonesia)," ujar Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti di Kementerian Perhubungan, Senin (10/6/2013) malam.

Cukup kredibel kah pemberi sertifikat itu? Inilah yang menjadi masalah. Sebab, jika Indonesia yang memberi sertifikat, maka itu perlu dipertanyakan. Sebab, negeri ini termasuk paling banyak mengalami kecelakaan pesawat sehingga tidak heran bila pesawat Indonesia sempat dilarang terbang ke Eropa.

Persoalan demi persoalan seharusnya menjadi pelajaran berharga, betapa sebuah kertas sertifikat bisa begitu berarti. Untuk urusan pesawat, menganggap sepele hal seperti itu sama saja dengan mempertaruhkan nyawa. Demi kepentingan segelintir pihak, jangan sampai membeli pesawat malah akhirnya membeli kendaraan maut. 


2 comments:

Anonymous said...

bukannya dulu merpati pernah jatuh juga saat memakai cn235 di atas gunung di wilayah bandung kalau ngak salah,,,gimana tuh..

Anonymous said...

Payah banget MA-60 yaa. CN-235 memang pernah jatuh, tapi nggak sederet dan dalam waktu singkat gini kecelakaannya