Friday, July 5, 2013

Penjara Teknologi Nasional itu Bernama Kepentingan Politik dan Korupsi


Pesawat buatan PT DI. Teknologi Indonesia tengah terpenjara oleh kepentingan politik dan korupsi. 

Penjara Teknologi Nasional itu Bernama Kepentingan Politik dan Korupsi 


Kemajuan teknologi Indonesia sedang berproses, dan proses itu seperti orang tengah berjalan ke depan, namun perjalanan itu tidak mudah. Hal tersulit dari sebuah perjalanan adalah manakala ia harus berada di dalam sebuah penjara, sehingga ia tidak bisa kemana-mana kecuali berputar-putar di dalam ruangan di balik jeruji besi.

Jika kemajuan dan perkembangan teknologi Indonesia ibarat orang yang tengah mengadakan perjalanan jauh ke depan, maka sayangnya, orang itu sedang dipenjara. Penjara itu bernama Kepentingan politik dan korupsi.   

Ini terlihat dari berbagai berita yang menunjukkan hal itu, mulai dari sebab persaingan antar menteri untuk mendapatkan simpati masyarakat, dengan berbagai cara, hingga saling menjegal satu sama lain. Masalah menjadi lebih rumit karena bukan saja persaingan antar menteri dan lembaga, namun juga didorong oleh persaingan antar partai politik untuk menuju kekuasaan. Ada juga menteri yang terlihat murni untuk berjuang demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia, namun menteri yang jujur pun terpaksa terseret arus yang membuat dirinya lelah menghadapi 'tackling' keras manakala mencoba untuk berlari untuk mengejar target. 

Mengapa ? Karena mereka berada dalam sistem yang korup dan harus berhadapan dengan rekan kerja yang punya mental korup juga, yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi / partai, sehingga orang jujur ini pun mau tidak mau harus menghadapi tembok tebal. Tembok tebal itu adalah birokrasi rumit yang sengaja dipasang agar si pejabat jujur ini idak bisa berlari terlalu kencang sendirian. 

Kita, orang awam yang berada di luar struktur pemerintahan tidak tahu itu, namun kita bisa membaca dari gelagat yang muncul lewat pemberitaan. Misalnya, dari media sosial di internet ada status berupa rangkuman berita oleh fans page yang isinya seperti berikut ini :  

Para engineer yang selama ini bekerja di perusahaan-perusahaan BUMN sakit hati ketika kemampuan mereka diremehkan. Padahal kemampuan mereka luar biasa. Asal ada yang mempersatukan dan mengkoordinasikan.

Selama ini mereka kurang diberi kesempatan sehingga kapasitas itu tercerai-berai di berbagai BUMN. Mereka bukan saja tidak bersinergi, bahkan sering saling jegal ! Ketika kesempatan itu disediakan, kepercayaan itu diberikan oleh Pak Dahlan, hasilnya adalah royek-proyek MERAH PUTIH BUMN !

30 PLTU "Merah Putih".


PT Boma Bisma Indra (BBI)- mampu membuat kondensor. Alat yang menjadi bagian sangat penting dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). BUMN yang sekarat karena hutang menggunung itu ternyata tetap melayani pesanan kondensor pabrikan besar di Eropa. Untuk dipasang di PLTU di seluruh dunia. 

Ketika kondensor BBI itu disinergikan dengan turbin bikinan PT NTP Bandung, anak perusahaan PT Dirgantara Indonesia. Generatornya oleh PT Pindad Bandung. Boilernya dibuat PT Barata Surabaya. Dan PT Wika membangun sipilnya. Hasilnya adalah 30 unit PLTU punya PLN di seluruh Indonesia, terutama yang ukurannya 20 MW ke bawah. 

Pabrik Gula "Merah Putih".

Nyaris semua pabrik gula BUMN adalah pabrik peninggalan Belanda. Pantas saja kita menjadi importir gula. Tapi sinergi BUMN menghasilkan "Pabrik Gula Merah Putih”. BUMN akan membangun pabrik gula baru di Glenmore, Banyuwangi. Pabrik baru yang akan menjadi yang terbesar di Jawa itu, 100 persen akan made in Indonesia !

Kalau proyek ini sukses maka revitalisasi pabrik-pabrik gula tua di seluruh Indonesia akan dikerjakan sendiri oleh putra-putra bangsa.

Pertanyaannya, ada atau tidak adakah resistensi dari Pemda misalnya Bupati atau Gubernur tempat di mana pabrik gula tersebut berada, untuk revitalisasi ?

Monorel "Merah Putih"

Monorel berwarna merah putih yang dipamerkan di monas memang buatan INKA Madiun. Tapi sipilnya dikerjakan Adhi Karya, PT LEN dan Telkom untuk sistem elektronik dan komunikasinya. Sayang proyek monorel cibubur-kuningan dan manggarai-bandara soeta masih terganjal ijin sampai hari ini.


Konsorsium BUMN telah membuktikan diri mereka bisa membuat monorail sendiri tanpa harus impor dari China. Konsorsium juga menawarkan solusi pembangunan sistem transportasi murah ini tanpa harus menggunakan APBN maupun APBD. Tapi pemerintah pusat masih enggan memberi ijin proyek ini, dan melemparkannya ke Pemda. Pemda merasa tidak berani mengeluarkann ijin karena itu wewenang pusat. Ujung-ujungnya, proyek seperti ini mandeg, dan akhirnya akan ditawarkan ke asing untuk digarap oleh kontraktor asing, dengan mesin-mesin juga impor dari asing. Baik Menko Ekuin dan Kementerian Perhubungan selaku otoritas pemegang ijin proyek ini maupun Pemda tampaknya masih tersandera dengan kepentingan pribadi/politik : kalau proyek BUMN ini sukses, Kementerian BUMN itu yang mendapat sorotan, diliput oleh banyak media. Sedangkan Gubernur, Menko Ekuin, Menhub, dan Partai Demokrat tenggelam oleh kesuksesan Kementerian BUMN tersebut. Jadi secara publisitas, Partai Demokrat tidak mendapat manfaat langsung dari model proyek seperti ini,--yang gagasannya murni dari ide pemikiran pemecahan problem transportasi dan kemajuan teknologi anak bangsa, juga agar perusahaan BUMN seperti Adhi Karya, PT LEN, PT INKA, dan sebagiainya bisa terus berputar,--tidak bisa memainkannya sebagai kartu truf yang bisa diklaim sebagai keberhasilan orang-orang Partai Demokrat. Apalagi mereka tidak bisa mendapat satu rupiah pun 'fee proyek' ini dari komisi dan mark up sebagaimana proyek Hambalang yang penggelembungannya mencapai 300 milyar lebih yang bisa digunakan untuk biaya kampanye. Buat apa meloloskan proyek yang secara finansial tidak bisa dikorup, secara publisitas partai dan pejabat dari partai penguasa juga tidak mendapat keuntungan langsung kecuali hanya melambungkan nama Dahlan Iskan seorang ? 
Bahwa Kemajuan teknologi karya anak bangsa, kemajuan  BUMN-BUMN yang bisa mengurangi problem pengangguran anak-anak muda Indonesia, dan bahwa inovasi itu bisa mensejahterakan rakyat kebanyakan itu memang benar, tapi itu tidak menjadi penting manakala tidak termasuk dalam program proyek yang kepentingannya tidak langsung bermanfaat untuk masa depan Partai dan pejabat-pejabat tertentu. Itu menjadi urusan belakangan. Yang penting, pertanyaannya, apa manfaatnya secara pribadi buat Menko Ekuin  atau PAN ? Menhub atau Demokrat ? Gubernur atau PDIP ? Menperindag sebagai Capres yan g akan ikut konvesi Demokrat ? 
Gubernur Jawa Barat misalnya, lebih memilih bekerjasama dengan China dan megimpor monorail dari perusahaan asing asal China juga ketimbang melibatkan kontraktor lokal seperti Adhi karya dan menggunakan monoral buatan lokal seperti PT INKA dan konsorsium. Saya menduga, persoalan utamanya adalah bahwa asing lebih bisa diajak sekongkol dan memberi fee lebih banyak untuk bisa dikorup ketimbang Dahlan Iskan yang bermodal transparansi dan kejujuran.      


Solar Cell "Merah Putih"

Negara tropis dengan sinar matahari melimpah ini ternyata tidak mempunyai pabrik solar cell!!!!! Yang ada 8 pabrik perakitan dengan bahan yang diimpor dari cina. Konsorsium BUMN dipimpin PT LEN membuat gebrakan membangun pabrik solar cell pertama. Prototype solar cell 'merah putih " ini dikerjakan oleh Dr Ir Ennya Lestyani Dewi yang sekolah S1 sampai S3-nya di Jepang atas biaya BJ Habibie. Pabrik ini ditargetkan mulai berproduksi tahun 2014.

Ke depan, pasti akan banyak lagi proyek "merah putih" yang lain. Mobil listrik "Putra Petir" misalnya. Budaya percaya pada kemampuan anak bangsa ini coba terus dibangun oleh Pak Dahlan. Kalau ada yang tidak mendukung, entah akal sehatnya kemana...

No comments: