Sunday, April 7, 2013

Kapal Induk Pesawat Nir Awak, Kapan Kita Punya ?

Pemuatan pesawat nir awak ke atas kapal induk

Kapal Induk Pesawat Nir Awak, Kapan Kita Punya ? 

Pesawat nir awak / drone / UAV (ilustrasi).
Ke depan, tampaknya, robot akan menjadi bagian penting dari Angkatan Bersenjata. Pola-pola pertahanan dan alat-alat perang yang digunakan oleh negara-negara maju telah mengarah pada penggunaan robot baik itu pesawat nir awak (UAV / drone), penjinak bahan peledak, tank-tank mini tanpa awak, dan (mungkin) juga bala tentara robot seperti di film-film fiksi ilmiah semakin hari semakin bertambah, baik dari segi kuantitas maupun ragamnya. Penggunaan drone oleh AS untuk menyerang Pakistan, Afganistan, dan Irak sudah pasti akan diikuti oleh negara-negara lain, sejauh belum ada aturan internasional yang melarang penggunaan robot untuk membunuh manusia. Sebuah aturan, seharusnya berlaku untuk semua negara tanpa kecuali. Jika pelarangan penggunaan senjata berhulu ledak nuklir berlaku untuk Iran dan Korea Utara, maka seharusnya pula berlaku untuk AS dan Israel. 

Jika pesawat nir awak semacam drone atau UAV sudah sedemikian banyak dan dalam jumlah sangat besar digunakan oleh negara-negara maju untuk berbagai misi, maka akan ada kebutuhan untuk juga bisa dengan mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain dalam jumlah besar pula. Maka, sebagaimana kapal induk untuk pesawat tempur(carrier-based aircaft) seperti yang selama ini ada, kapal induk pesawat nir awak (carrier-based drone) pun cepat atau lambat akan tercipta. Ini sebuah keniscayaan, apa yang diperbuat oleh negara-negara maju akan juga dilakukan oleh negara-negara berkembang. Karena AS telah membuat bom nuklir, maka Rusia dan China pun telah berbuat serupa. Jika China dan Pakistan melakukan hal yang sama, maka Korea Utara dan Iran juga merasa perlu untuk melakukan perimbangan kekuatan, menghadapi ancaman AS dan NATO. Jika terus begitu, maka dunia ini akan terjebak pada perlombaan senjata nuklir, senjata paling mengerikan di dunia. Sejauh ini, ASEAN, masih bebas dari senjata nuklir dan di bawah kepemimpinan Indonesia, ASEAN telah, sedang, dan masih akan terus membangun sikap saling percaya satu sama lain dan tidak akan menjadikan kawasan ini menjadi ajang perlombaan senjata nuklir. Itulah sebabnya, Indonesia sejauh ini tidak tertarik pada pengembangan senjata mematikan massal itu demi menjaga kedamaian kawasan. 

Dunia saat ini di bawah monopoli AS dan Eropa Barat, jadi paling mungkin mereka akan mewujudkan itu dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi jika saja keuangan mereka memungkinkan. Kapal Induk untuk basis pesawat-tempur-tak-berawak akan berkeliaran di segala penjuru lautan, memelototi negara-negara mana saja yang berpotensi mengancam Sang Paranoid, melepaskan kelelawar predator bernama drone/UAV untuk membunuhi manusia demi manusia.

Namun monopoli AS dan Eropa akan berakhir, demikian kata Menlu Rusia, Sergei Lavrov. Jika krisis keuangan yang melanda negara-negara Barat belum juga berakhir dalam jangka waktu panjang, maka kapal induk pesawat nir awak boleh jadi akan bergerak membelah lautan atas kendali China atau Rusia, India atau Brazil, bahkan mungkin (meski agak terlambat), datang dari Indonesia.   

Mereka yang terkuat akan melemah perlahan-lahan, dan pihak lain akan datang menggantikan. Jika perkiraan Lavrov benar, maka peta kekuatan dunia akan berubah secara signifikan. China akan menggeser kekuatan AS dan NATO bersama dengan Rusia dan India. Plus Brazil. Ini prediksi yang cukup realistis, mengingat ekonomi China tumbuh di atas 10 % selama 15 tahun terakhir, India 7,3 % per tahun, dan Indonesia 6,3% per tahun, Rusia tumbnuh 3 % per tahun. Jika dua puluh tahun ke depan tetap konsisten seperti itu, maka Asia akan beralih menjadi penguasa panggung dunia. Kekuatan ekonomi akan dibarengi dengan kekuatan militer dan ini akan mengubah pola interaksi antar kawasan satu sama lain. 

Betapapun, AS masih jauh di depan China maupun India, bahkan 100 tahun lebih maju dari Indonesia. Soal kapal induk pesawat nir awak, AS bisa saja hari ini mewujudkan itu jika mereka mau. Bagi mereka, ini mudah saja. Kapal induk mereka punya ratusan, drone punya ribuan, jadi masalahnya hanya soal memilih kapal induk mana yang akan mereka gunakan. Angkatan Laut AS bahkan telah merencanakan akan memilih salah satu dari kapal induk yang ada untuk basis pesawat tempur nir awak, sekalipun bujet anggaran pertahanan mengalami pemotongan yang signifikan. Sampai hari ini, mereka masih yang terkuat dan terdepan. Berikut ini kutipan dari Defentech.org   :
The Navy plans to spend $2.31 billion through fiscal 2017 to research and develop the carrier-based drone program, according to a report last month from the Government Accountability office, the investigative arm of Congress.
“New programs typically face some uncertainties,” Robert Ruszkowski, an engineer and business development manager at Lockheed, said in an e-mail. The company sees the aircraft providing levels of intelligence, surveillance and reconnaissance “that are likely to remain in demand and relevant.”
Jadi sekalipun terjadi pemotongan anggaran, AS telah merencanakan untuk melabuhkan kapal induk untuk pesawat nir awak, apalagi melihat ancaman perang Korea. 

Ke depan, Rusia dan China akan melakukan hal yang sama. Juga India akan berpikir hal yang sama, memiliki kapal induk dan pesawat tempur nir awak. Indonesia sudah memiliki kapal induk helikopter dan pesawat nir awak baik berupa helikopter, pesawat bersayap tetap, dan robot-robot lain. Jika dirasa ada kebutuhan mendesak untuk membuat pesawat carrier helikopter nir awak mengingat fungsi dan efektivitasnya,  maka tidak menutup kemungkinan mampu membuatnya dalam jangka waktu kurang dari 10 tahun yang akan datang.

Teknologi kita memungkinkan untuk itu. PT PAL telah mampu membuat kapal induk untuk pesawat helikopter dalam arti sesungguhnya, dan UAV helikopter yang telah digunakan untuk beberapa operasi, namun belum terpikirkan untuk menyatukannnya dalam satu kesatuan.

Jadi kebutuhan kapal induk untuk pesawat tempur dengan awak adalah hal yang paling mungkin diwujudkan saat ini jika memang perlu, dan teknologi kita cepat atau lambat akan mengarah ke sana karena kita adalah negara kepulauan.
Setelah Menteri BUMN memerintahkan PT PAL agar lebih fokus pada pembuatan kapal militer karena kepastian revenue yang dihasilkan ketimbang kapal penumpang, tentu industri galangan kapal kita akan menjadi lebih terarah dan optimal. Buktinya, dalam beberapa bulan saja kita sudah mampu mewujudkan kapal militer untuk kelas Sigma.
Konsep Kapal Induk Helikopter buatan PT PAL-Surabaya, Indonesia.  Kapal ini sedang dibuat oleh bangsa kita untuk memenuhi pesanan TNI AL menyusul pendahulunya, KRI Banjarmasin 592 dan KRI Banda Aceh 593.
Untuk sementara, kita belum pernah membuat kapal induk pesawat tempur. Namun bukan hal yang mustahil bagi kita untuk mewujudkannya. Barangkali butuh investasi waktu 50 tahun atau kurang dari itu untuk bisa mengejar ketertinggalan kita, hingga bisa terwujud kapal induk pesawat nir-awak berupa pesawat jet. Ini tergantung keuangan, seberapa besar pertumbuhan ekonomi kita ke depan, bisakah dijaga di atas 6 % per tahuan atau lebih cepat lagi ? Jika sistem pemerintahan kita semakin efektif dan efisien dengan demokrasi yang lebih konstruktif ketimbang destrkutif, maka kita akan menjelma menjadi negara maju dalam waktu sangat cepat. 

Penulis memiliki keyakinan bahwa kecepatan sebuah negara untuk menyusul negara lain yang lebih maju, dipercepat oleh kecepatan teknologi itu sendiri. Jika AS dan Eropa Barat butuh waktu 600 tahun untuk maju sampai pada titik ini sekarang, maka China hanya butuh waktu kurang dari 100 tahun untuk mengejarnya. Indonesia, boleh jadi, akan butuh waktu kurang dari 70 tahun pula bisa menyamai AS pada tingkatannya yang sekarang.

Mengapa ? Karena kemudahan teknologi memungkinkan kita bisa belajar lewat internet, penguasaan aplikasi komputer, teknik metalurgi, teknologi infromasi, secara lebih cepat dibandingkan AS menemukan cara bagaimana membuat mobil pada 200 tahun yang lalu.

Jadi saya kira, meski AS dan Eropa Barat masih yang terdepan dalam hal penguasaan teknologi sekarang ini, namun melihat potensi percepatan negara-negara berkembang bisa ratusan kali lipat lebih besar dari awal mereka bangkit, maka sudah sepantasnya mereka (AS dan NATO) masih tetap was-was terhadap gerak langkah BIRCS untuk menyusul kemajuan yang mereka raih.

Yang terkuat pun juga tidak bisa tenang sekarang. Begitu Rusia, China, atau India mampu mengirimkan pesawat luar angkasa atau robot ke Bulan atau bahkan ke planet lain di luar angkasa, maka saat itulah penguasaan teknologi militer berbasis satelit dengan pencitraan tinggi dimulai. Kemampuan penguasaan teknologi luar angkasa akan memberi pengaruh sangat signifikan terhadap penguasaan teknologi militer, karena begitu BRICS mampu mengirimkan dan mengendalikan robot-robot eksplorasi ke planet Mars sebagaimana Curiosity, maka saat itulah negara lain pun (diluar AS dan NATO) mampu menerbangkan drone-drone pembawa rudal yang dikendalikan dari jarak jauh menggunakan satelit yang mengorbit ribuan kilometer jauhnya dari permukaan bumi.

Sebagaimana Curiosity, drone bekerja dengan prinsip yang sama. Sebagaimana BRICS tengah berlari ke arah lintasan menuju satu titik di mana robot jarak jauh di planet lain mampu dikendalikan, maka cepat atau lambat, Indonesia pun akan ke arah sana. LAPAN, PT DI, LEN, PT INTI, PT PAL, BPPT, BATAN, Krakatau Steel, Inalum, PT INKA, dan lain-lain industri di bawah naungan Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) akan bersinergi bersama menuju satu tujuan, yakni pembangunan teknologi tingkat tinggi hingga Indonesia menjelma menjadi raksasa baru kawasan.


No comments: