Monday, April 22, 2013

Heli Serang AH64 Apache dan Mil Mi 35 Hind Gunship, Bagaimana Jika RI Punya Keduanya ?

Mil Mi 35 Hind Attack Gunship
AH64 Apache Long Bow
Jika Dephankam jadi membeli Heli serang AH64 Apache Long Bow dari AS, maka heli ini akan melengkapi Heli Serang Mil Mi 35 Hind Attack Gunship yang sudah ada. Ini akan sangat menarik, dua produk dari negara blok barat dan timur disatukan.

Seperti halnya Pesawat Tempur F-16 Fighting Falcon dan Sukhoi 27 yang kita punya, skuadron ini akan menjadikan peralatan tempur kita lebih variatif, dan tentu menjadi lebih kuat.


Sekedar kilas balik, beberapa tahun yang lalu Enam helikopter MI-17 buatan Rusia diserahterimakan dari pihak Rusia ke Departemen Pertahanan (Tempo, 2011). 
Enam helikopter ini akan melengkapi 5 helikopter serbu MI-35 dan 6 helikopter MI-17 yang telah dimiliki Indonesia. Rencananya akan tiba 6 unit lagi pesawat yang sama.
"Sehingga genap 18 heli MI-17," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dalam sambutan serah terima di Hanggar Skuadron 26 Pondok Cabe, Jakarta Selatan, Jumat, pada 26 Agustus 2011.
Serah terima ini dilakukan dari pihak JSC Rosoboronexport Rusia kepada Kementerian Pertahanan. Penyerahan ini dilakukan oleh perwakilan JSC Rosoboronexport Rusia Vadim V Varaksin kepada Kepala Badan Sarana Pertahanan Mayjen TNI Ediwan Prabowo.
Pada acara itu diserahkan enam helikopter MI-17 warna hijau dof. Heli ini merupakan buatan Rusia. Tahun lalu, Indonesia juga telah mendatangkan 6 heli MI-17. Hadir dalam acara serah terima ini, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhi Wibowo, dan Duta Besar Rusia Alexander Ivanov. 
Purnomo mengatakan helikopter MI-17 merupakan helikopter yang multipurpose sehingga bisa dimanfaatkan dalam semua kegiatan. Kondisi geografis Indonesia dengan banyak kepulauan dan kondisi daerah yang minim lapangan terbang, dibutuhkan alutsista MI-17. "Indonesia terdiri banyak pulau, belum punya lapangan terbang, dan memiliki ancaman tradisional dan non-tradisional memang diperlukan alutsista seperti heli," katanya.
Ia berharap helikopter ini dirawat dengan baik, mengingat anggaran pembelian alutsista cukup besar. Anggaran untuk pembelian alutsista ini mencapai US$ 56 juta. Dalam kesempatan itu, Purnomo berharap anggaran pembelian alutsista terus meningkat, mengingat perekenomian Indonesia semakin membaik dan APBN sudah mencapai 1.400 triliun. Hal ini dilakukan dalam reformasi jilid II dalam modernisasi alutsista. "Kita sampaikan paparan peningkatan anggaran kita 5 tahun ke depan pencapaian essensial forces," katanya.
Indonesia sejak tahun 1997 sudah jarang melakukan penambahan maupun pembaruan alutsista. Pada 1997, Indonesia sedang mengalami krisis sehingga tidak mungkin melakukan penambahan alutsista. Saat itu, TNI telah melakukan reformasi jilid I dalam bidang organisasi, depolitisasi, dan debisnisasi. Purnomo juga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Rusia.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo mengatakan pemilihan helikopter ini karena memang memiliki kemampuan yang serbaguna dan daya angkut sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Dengan total 18 heli MI-17, maka sekali angkut bisa membawa pasukan satu kompi. "Ini akan mendukung pengamanan perbatasan dan pengangkutan logistik," ujarnya.
Duta Besar Rusia Alexander Ivanov mengatakan pemerintah telah memberikan komitmen untuk membantu Indonesia. Pengadaan heli ini menggunakan kredit negara Rusia, melalui penerapan syarat yang ringan. "Pemerintah Rusia ingin kerja sama dengan Indonesia untuk meningkatkan kemampuan pertahanan," katanya.

Berita di atas sangat menarik bukan saja bagi analis pertahanan nasional Indonesia sendiri, melainkan juga para analis di Washington DC. Pengalihan Indonesia ke Rusia membuat AS seperti 'kebakaran jenggot', khawatir pengaruhnya di Asia Tenggara tergeser oleh Rusia dan China. Maka, buru-buru Parlemen AS segera menyetujui penjualan Heli Serang Apache AH 64 Long Bow untuk Angkatan Bersenjata Indonesia, di luar hibah 24 unit F-16 Block 50. 


Belum pasti, namun kemungkinan menyandingkan dua heli serang canggih dari dua kutub yang berbeda akan sangat bagus. 


Indonesia, negara pendiri Non Blok, sejak awal berprinsip "Having much friends without enemy", bebas ke mana saja menjalin kerjasama militer. Memang seharusnya demikian. Kita boleh saja dekat dengan AS, namun jangan sampai 'terikat' dan bergantung pada mereka. Kita pun tidak perlu ragu untuk dekat dengan Rusia dan China, karena ketika zaman Presiden Soekarno pun jalinan kerjasama dengan 'blok Timur' sangat erat. Dan Indonesia, sebagai negara merdeka, juga menjalin kerjasama dengan Iran, Venezuela, maupun kelompok negara-negara Amerika Latin termasuk Brazil dan Argentina.


Kembali ke topik kita : dua heli serbu asal Rusia dan Amerika Serikat. Analis Barat cenderung mengunggulkan Apache atas Mi 35, sama seperti mereka memberi peringkat lebih baik pada Jet Fighter F-16 ketimbang Sukhoi Su 27. Pendapat itu mungkin benar, tapi mungkin juga tidak. Dalam beberapa momen latihan bersama baik latihan bilateral antara Indonesia-Australia maupun latihan trilateral antara Indonesia-Australia-Amerika Serikat beberapa waktu lalu, di mana kedua jenis pesawat tempur itu terlibat, justru menunjukkan Su 27 lebih hebat ketimbang F 16 bahkan masih lebih unggul jika dibandingkan dengan Jet Fighter F/A-18 Super Hornets sekalipun. Ini sempat mencemaskan Australia, saat niat mereka untuk mendatangkan F35 Lingthning II sebagai penyeimbang kekuatan udara Indonesia terkendala oleh harga yang terbang tinggi.


Ini mirip perbandingan senjata legendaris AK47 (Rusia) dan M16 (AS). AK47 terkenal sebagai senjata handal, demikian juga M16. AK47, menurut prajurit Kopassus yang pernah menggunakannya, sangat bandel dan kuat. Senjata ini tidak akan macet meskipun ditenggelamkan di dalam lumpur. 



AK 47 Guns Rusia
Sebaliknya, M16 akan macet jika digunakan dalam medan ganas seperti itu. M16 harus ditenteng tinggi-tinggi agar tidak terkena air atau lumpur manakala digunakan, jadi rentan terhadap kendala alam. Namun M16 memiliki fokus yang lebih akurat dan tembakan lebih presisi.

M16 Guns, US.
Indonesia akhirnya memproduksi sendiri senjata serbu SS-1 dan kemudian disempurnakan lagi menjad SS-2, SS-3, lalu SS-4. Senjata ini, merupakan gabungan keunggulan dari AK47 dan M16 : sebandel dan sekuat AK47, dan seakurat dan sepresisi seperti M16. Senjata ini adalah perpaduan antara Rusia dan AS. Inspirasinya dari sana. Senjata SS2 bahkan sekarang menjadi pesaing utama AK47 dan M16 di dunia.
Senapan Serbu SS2 Indonesia

Jika Indonesia bisa menciptakan senjata terhebat di dunia berkat belajar dari dua kekuatan dunia Rusia dan AS, maka kita juga bisa berbuat hal yang sama untuk teknologi peralatan lainnya. Pengalaman memiliki dan memakai AK47 dan M16 telah memberi inspirasi sehingga tercipta SS-2, maka sangat mungkin kita juga bisa buat Heli Tempur yang mengawinkan dua keunggulan dari masing-masing : Mil Mi 35 Hind Attack Gunship dan AH64 Apache Long Bow.
Hal serupa sama juga bisa kita lakukan untuk belajar membuat pesawat tempur yang memadukan keunggulan dari F-16 Fighting Falcon dan Sukhoi Su 30 MK2. Potensi ke arah itu ada, sangat mungkin terjadi, karena kita mempunyai akses untuk kedua-duanya. Mudah-mudahan proyek IFX bisa terwujud sehingga Indonesia mampu segera membuat pesawat tempur sendiri generasi ke-5, lebih hebat dari F-16 dan lebih digdaya dari Su 30. 

Posisi Indonesia yang netral bisa memberi keuntungan tersendiri,--tidak seperti Australia yang 100% terikat dengan AS dan Inggris, atau Korut/China yang dekat dengan Rusia, yang oleh karenanya hampir tak mungkin membeli peralatan tempur dari AS/NATO,--kita bisa memanfaatkan dua negara adidaya itu, AS dan Rusia, untuk berkembang ke arah depan yang lebih baik. 


Ketika AS enggan memberikan teknologi roket mereka untuk Indonesia, kita bisa memperolehnya dari sahabat Timur kita, China. Ketika China belum memiliki teknologi pembuatan pesawat terbang secanggih AS, kita bisa memperolehnya dari Jerman, guru Amerika waktu dulu dalam hal penerbangan. 


Ketika transfer teknologi mensyaratkan pembelian mahal dari negara-negara maju untuk Kapal Selam dan Jet Tempur, kita malah bisa mendapatkan itu dari Korea Selatan. AS tidak mau mengalihkan teknologi itu ke Indonesia, tetapi mereka mau memberikannya pada Korea Selatan. Hubungan Indonesia-Korea Selatan sangatlah dekat, saling percaya,  dan bersahabat. Namun Indonesia juga 'dekat' dengan Korea Utara, dan hal ini sempat diakui oleh pemerintah Korea Selatan sendiri yang sempat meminta Indonesia agar mau lebih aktif membantu krisis kedua Korea.   

Ketika kita kekurangan minyak dan tak mungkin mengimpor dari China/Rusia apalagi AS atau Eropa Barat, kita bisa memperolehnya dari Irak atau Venezuela, atau bahkan Iran. Strategi pemimpin kita untuk bersikap 'cair' memberikan keuntungan tersendiri, tidak dicurigai oleh AS seperti mereka curiga pada Iran, tidak dimusuhi AS sebagaimana mereka memusuhi Cuba, Venezuela, atau Bolivia. Kita berprinsip : Having much friends with no enemy. Ini terlihat ketika Presiden SBY berkunjung ke Jerman dan kembali dengan pengamanan maksimal, dikawal oleh tiga pesawat tempur Eurofighter milik Angkatan Udara Jerman, betapa mereka menghormati kita. 


Ketika dalam Forum Demokrasi di Bali pemimpin Iran Presiden Mahmoud Ahmadinejad tampak tampil di podium berdiri bersama Presiden Indonesia, SBY, dan PM Australia, Julia Gillard--memperlihatkan bagaimana cairnya hubungan antar kawasan bersama Indonesia.



Bagaimanapun juga, ada hal yang membanggakan dari negeri ini yang dalam sejarahnya selalu mengedepankan perdamaian dan persahabatan. Ini sangat penting bagi Indonesia ketimbang terlibat konflik yang melelahkan dan saling curiga seperti yang terjadi di kawasan lain. Di bawah kepemimpinan Indonesia, ASEAN semakin solid dan dipandang memiliki DNA yang sama dengan Uni Eropa. Indonesia berperan penting dalam mendamaikan perang Kamboja-Vietnam beberapa waktu lalu. 

Pertahanan Indonesia semakin kuat namun di saat yang sama tumbuh perasaan saling percaya antara Indonesia-Malaysia, Indonesia-Singapura, sehingga terhindar dari perlombaan senjata nuklir di kawasan. Tidak seperti Asia Selatan, Asia Timur, Timur Tengah, Eropa, Semenanjung Korea, dan Amerika sendiri yang telah menjadi kawasan nuklir, ASEAN sejauh ini masih steril dari senjata pemusnah massal mematikan itu. Ketenangan dan kedamaian sangat penting agar kita bisa lebih fokus untuk tumbuh dan maju.  

Kembali ke inti pembahasan kita : Heli Serang AH64 Apache dan Mil Mi 35 Hind Gunship. Akan lebih lengkap lagi, jika ada dana kita bisa memiliki Eurocopter EC 665 Tiger Attack Helicopter buatan Jerman. Jadi kita bisa memadukan ketiga heli serang itu masing-masing dalam satu produk unggul kita sendiri ke depan oleh PT DI. 

Dengan kemampuan kita membuat Helikopter kelas multifungsi Super Puma, Bell 412 EP, dan pabrik di Bandung yang kita punya, rasanya tidak terlalu sulit mewujudkan impian itu. Dibandingkan tahun kondisi kita di 1960-an, impian itu hanya berjarak beberapa langkah ke depan. Heli serang buatan Indonesia, sehebat Mi 35 dan setangguh AH-64 Apache, bisa menjelajah wilayah udara nusantara, bahkan dunia.    
Dapat uang melalui internet




3 comments:

Anonymous said...

bravo TNI...!!Segeralah kembali menjadi Macan Asia agar harga diri bangsa tidak direndahkan

montynews said...

Indonesia pasti bisa!!!! namun maaf dengan segala hormat tolong para pejabat (dan utamanya para POLI-TIKUS!!!!) BERHENTILAH UNTUK KORUPSI!!!!ini jauh lebih penting dan strategis bagi KEHORMATAN bangsa Indonesia!!! hei para poli-tikus sadarlah SEBELUM TERLAMBAT!!!!!

Unknown said...

Maju terus,