LAPAN Rintis Bandar Antariksa untuk Peluncuran Satelit
Pulau Morotai dipilih sebagai calon bandar antariksa atau spaceport.
Selasa, 27 November 2012, 13:15Bayu Galih, Amal Nur Ngazis
(Humas LAPAN)
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) telah memperlihatkan kemampuan dalam mengembangkan satelit dan roket. Untuk terus mengembangkan teknologi antariksa, LAPAN merintis pembangunan bandar antariksa nasional atau spaceport untuk keperluan peluncuran Roket Pengorbit Satelit (RPS), juga satelit lain.
LAPAN telah memilih Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara sebagai calon bandar antariksa nasional. Ini mengingat potensi dan kualifikasi pulau tersebut yang paling memungkinkan untuk pembangunan bandar antariksa.
"Kami sudah kaji, periksa, dan infrastrukturnya harus siap. Morotai memiliki lahan yang luas," kata Kepala LAPAN, Bambang S. Tedja, di Puspitek Serpong, Tangerang Selatan, Selasa 27 November 2012.
Bambang mengatakan Pulau Marotai mempunyai tujuh lapangan terbang yang panjang sisa Perang Dunia II, dengan panjang landasan mencapai 3 KM. Lokasi Pulau Marotai yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik dan Laut Halmahera di sebelah utara, timur dan barat memungkinkan untuk pembangunan. Pulau ini juga jauh dari pemukiman penduduk.
Meski demikian, Bambang menjelaskan untuk mewujudkan bandar antariksa nasional masih perlu waktu yang panjang. Menurut Bambang, dalam roadmap LAPAN, bandar antariksa di Pulau Marotai akan selesai dibangun pada 2025.
"Kami merintis dulu. Untuk langkah pertama kita siapkan launcher-nya, landasan peluncuran, pemindahan alat-alat meteorologi ke sana, juga mulai menempatkan para insinyur kita di sana," paparnya.
Jika tahapan tersebut sudah selesai, menurutnya baru akan melangkah ke pembangunan bandar antariksa.
Sebelumnya, LAPAN telah memiliki fasilitas peluncuran satelit di Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Fasilitas tersebut selama ini digunakan untuk ujicoba peluncuran roket hasil riset, namun untuk keperluan peluncuran RPS, dibutuhkan bandar antariksa.
"Selain itu, di Pameungpeuk itu sudah padat penduduk dan muncul berbagai penginapan untuk objek wisata, juga banyak kapal berlalu lalang di sana" katanya.
Pulau Morotarai dipilih sebagai calon bandar antariksa setelah mengkalkulasi dua tempat lain yang sebelumnya dikaji LAPAN, Pulau Enggano, Bengkulu dan Pulau Biak, Papua.
"Enggano berpotensi kena tsunami. Kalau di Biak, kami baru masuk, sudah banyak masalah sosial," tambahnya.
Lembaga antariksa negara ini mengkaji enam wilayah di Kabupaten Pulau Marotai sebagai calon bandar antariksa. Alternatif pertama yaitu Tanjung Gurango, Desa Gorua, Kecamatan Marotai Utara. Alternatif kedua Desa Bido, Kecamatan Morotarai Utara, ketiga Desa Mira Kecamatan Morotarai Timur.
Seluruh lokasi ini merupakan daerah perbukitan, pinggir pantai dan menghadap lautan bebas, dekat dengan sungai, berjarak 1-2 KM dari pemukiman penduduk.
Alternatif selanjutnya Pulau Tabailenge, berada di depan kota Berebere dengan jarak kurang lebih 2,5 KM, lokasi lain antara Desa Sangowo dengan Desa Daeo, Morotarai Timur dan alternatif terakhir Tanjung Sangowo, yang berlokasi antara Desa Sangowo dan Desa Mira, Morotarai Timur. Wilayah terakhir ini merupakan wilayah yang sangat potensial sebagai bandar antariksa. (eh) VIVA.co.id |
Bambang mengatakan Pulau Marotai mempunyai tujuh lapangan terbang yang panjang sisa Perang Dunia II, dengan panjang landasan mencapai 3 KM. Lokasi Pulau Marotai yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik dan Laut Halmahera di sebelah utara, timur dan barat memungkinkan untuk pembangunan. Pulau ini juga jauh dari pemukiman penduduk.
Meski demikian, Bambang menjelaskan untuk mewujudkan bandar antariksa nasional masih perlu waktu yang panjang. Menurut Bambang, dalam roadmap LAPAN, bandar antariksa di Pulau Marotai akan selesai dibangun pada 2025.
"Kami merintis dulu. Untuk langkah pertama kita siapkan launcher-nya, landasan peluncuran, pemindahan alat-alat meteorologi ke sana, juga mulai menempatkan para insinyur kita di sana," paparnya.
Jika tahapan tersebut sudah selesai, menurutnya baru akan melangkah ke pembangunan bandar antariksa.
Sebelumnya, LAPAN telah memiliki fasilitas peluncuran satelit di Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Fasilitas tersebut selama ini digunakan untuk ujicoba peluncuran roket hasil riset, namun untuk keperluan peluncuran RPS, dibutuhkan bandar antariksa.
"Selain itu, di Pameungpeuk itu sudah padat penduduk dan muncul berbagai penginapan untuk objek wisata, juga banyak kapal berlalu lalang di sana" katanya.
Pulau Morotarai dipilih sebagai calon bandar antariksa setelah mengkalkulasi dua tempat lain yang sebelumnya dikaji LAPAN, Pulau Enggano, Bengkulu dan Pulau Biak, Papua.
"Enggano berpotensi kena tsunami. Kalau di Biak, kami baru masuk, sudah banyak masalah sosial," tambahnya.
Lembaga antariksa negara ini mengkaji enam wilayah di Kabupaten Pulau Marotai sebagai calon bandar antariksa. Alternatif pertama yaitu Tanjung Gurango, Desa Gorua, Kecamatan Marotai Utara. Alternatif kedua Desa Bido, Kecamatan Morotarai Utara, ketiga Desa Mira Kecamatan Morotarai Timur.
Seluruh lokasi ini merupakan daerah perbukitan, pinggir pantai dan menghadap lautan bebas, dekat dengan sungai, berjarak 1-2 KM dari pemukiman penduduk.
Alternatif selanjutnya Pulau Tabailenge, berada di depan kota Berebere dengan jarak kurang lebih 2,5 KM, lokasi lain antara Desa Sangowo dengan Desa Daeo, Morotarai Timur dan alternatif terakhir Tanjung Sangowo, yang berlokasi antara Desa Sangowo dan Desa Mira, Morotarai Timur. Wilayah terakhir ini merupakan wilayah yang sangat potensial sebagai bandar antariksa. (eh) VIVA.co.id |
No comments:
Post a Comment