Pesawat Nir awak buatan ITB |
"Sakit hati, ada kalanya sangat penting. Banyak orang sukses bermula karena sakit hati: kepada saudara, tetangga, teman, mantan pacar, mantan kongsi, atau kepada pesaing yang pernah mengalahkannya.
Sakit hati kadang juga menyangkut harga diri. Banyak orang sukses bukan karena ingin kaya, tapi karena tidak ingin harga dirinya diremehkan. Mereka ini golongan yang, setelah sukses, tidak kelihatan menikmati kekayaannya untuk kemewahan hidupnya.
Sakit hati juga biasa datang dari orang pandai yang merasa kepandaiannya tidak dimanfaatkan. Bisa juga datang dari orang yang merasa terjajah, yang kemudian ingin mengalahkan bekas penjajahnya.
Bisakah sakit hati dilakukan secara berjamaah? Oleh satu kelompok? Agar kelompok itu sukses secara bersama-sama? Bisakah sakit hati dilakukan secara nasional? Sehingga bangsa itu secara keseluruhan bisa sukses?
Sebagai orang yang pernah sakit hati, saya mencoba mengumpulkan banyak orang yang sudah lama sakit hati. Yakni para engineer yang selama ini bekerja di perusahaan-perusahaan BUMN. Mereka inilah yang merasa sakit hati setiap kali melihat kemampuan mereka diremehkan.
Salah satu puncaknya adalah saat mereka melihat proyek pembangkit listrik 10.000 MW. Mereka mempertanyakan: mengapa untuk pembangkit yang sekecil 2x7 MW pun harus mentah-mentah didatangkan dari Tiongkok? Apalagi ketika pada akhirnya proyek itu sama sekali tidak bisa dikatakan murah -oleh berbagai sebab, termasuk penyebab dari dalam negeri.
Rabu pagi tanggal 8 Agustus 2012 lalu, mereka berkumpul di aula kantor pusat Pertamina. Selama ini mereka benar-benar sakit hati. Hanya saja mereka cuma berani mengeluhkannya secara diam-diam dan sendiri-sendiri. Mereka adalah kelompok sakit hati yang meskipun tidak destruktif tapi juga tidak aktif. Mereka pada dasarnya “sakit hati, tapi setengah tidak berdaya”. Padahal kemampuan mereka luar biasa. Asal ada yang mempersatukan dan mengkoordinasikan.
Selama ini mereka kurang diberi kesempatan sehingga kapasitas itu tercerai-berai di berbagai BUMN. Mereka bukan saja tidak bersinergi, bahkan sering saling jegal!
Lihatlah pabrik di Pasuruan ini. Siapa yang menyangka bahwa BUMN yang kelihatan setengah sekarat itu –PT Boma Bisma Indra (BBI)- mampu membuat kondensor. Alat yang menjadi bagian sangat penting dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Waktu saya berkunjung ke PT BBI Pasuruan tiga minggu lalu tiga kondensor sudah terlihat jadi. Siap diekspor ke Eropa. Kondensor itu memang dipesan oleh pabrikan besar di Eropa. Untuk dipasang di PLTU di seluruh dunia.
Tapi PT BBI sedang kelimpungan. Ini akibat buruknya manajemen di masa-masa yang lalu. Utangnya ke Bank Mandiri sudah macet selama 10 tahun! Bunga dan dendanya terus menggunung. Assetnya banyak tersandera sebagai jaminan bank yang tidak bisa diapa-apakan. Perusahaan ini di-blacklist oleh bank mana pun.
PT BBI juga masih punya utang dagang pada PT Krakatau Steel (KS) yang sangat besar. Juga sudah macet lebih 10 tahun. Sebagian asset PT BBI juga ditahan oleh KS sebagai jaminan sehingga tidak bisa digerakkan. Akibatnya, kemampuan yang tinggi yang dimiliki para ahli dan karyawan PT BBI tersandera oleh keadaan perusahaan yang ‘termehek-mehek’. Mereka sakit hati dan frustrasi. Ahli tapi tidak berdaya.Mereka ahli membuat kondensor, boiler, pabrik kelapa sawit, dan pekerjaan engineering lainnya, tapi mereka tidak ahli dalam menyelesaikan problem utang macet yang membelit perusahaannya.
Maka saya bersyukur ketika Dirut PT BBI yang sekarang, Dr Ir Lalak Indiyono, punya ide brilian untuk menguraikan benang kusut itu. Dengan skema yang cerdas, akhir tahun ini saya targetkan benang kusut tersebut sudah harus selesai. Agar tahun depan sudah bisa berlari, mengubah sakit hati menjadi ‘balas dendam’ untuk kemajuan bersama. Dalam forum rapat akbar engineering BUMN Rabu lalu itu, Dirut PLN, Ir Nur Pamudji, juga menawarkan pembangunan 30 unit PLTU di seluruh Indonesia. Terutama yang ukurannya 20 MW ke bawah. PLTU-PLTU ini harus dibangun sepenuhnya oleh putra-putra bangsa sendiri. Baik BUMN maupun BUMN dan swasta nasional.
Inilah “Proyek 30 PLTU Merah Putih”, yang kami proklamasikan menjelang perayaan 17 Agustus 2012 untuk segera dikerjakan. Pembagian tugas pun diputuskan: turbin dibuat PT NTP Bandung, anak perusahaan PT Dirgantara Indonesia. Dengan membuat 30 turbin sekaligus, para engineer di PT NTP akan sibuk dan bisa mencapai skill yang tangguh.
Generatornya dibuat oleh PT Pindad Bandung. Membuat 30 generator sekaligus bisa sangat efisien. Boilernya dibuat PT Barata Surabaya. PT BBI membuat kondensornya. Dan PT Wika membangun sipilnya. Secara teknik, perusahaan-perusahaan BUMN tersebut benar-benar mampu mengerjakannya. Selama ini mereka terserak, tidak terkoordinasi, dan bahkan saling menjatuhkan.
Dalam forum itu para engineer BUMN juga memproklamasikan "Pabrik Gula Merah Putih". BUMN memang akan membangun pabrik gula baru di Glenmore, Banyuwangi. Pabrik baru yang akan menjadi yang terbesar di Jawa itu, 100 persen akan made in Indonesia!
Kalau proyek ini sukses (dan harus sukses) maka revitalisasi pabrik-pabrik gula tua di seluruh Indonesia akan dikerjakan sendiri oleh putra-putra bangsa.
Alangkah akan sibuknya para engineer kita. Alangkah hidupnya pabrik-pabrik rekayasa permesinan kita. Alangkah berkembangnya kemampuan insinyur-insinyur kita.
Belum lagi proyek monorail Jakarta yg mangkrak sejak lebih 10 tahun lalu itu. Kalau Gubernur Jakarta mengeluarkan izinnya, satu BUMN yang selama ini banyak dosanya, PT Adhi Karya, akan menebus dosanya itu dengan pengabdian nyata.
Monorail Jakarta itu akan selesai dalam 26 bulan. Adhi Karya akan didukung dua BUMN lainnya, PT LEN untuk sistem elektroniknya dan PT INKA untuk keretanya. Maka begitu pilkada selesai izin akan diajukan.
Yang masih akan dirumuskan adalah: bagaimana agar putra-putra bangsa juga bisa segera memiliki kemampuan mengerjakan proyek petrochemical dan oleochemical.Sedang untuk teknologi hidrogen dan fuel cell yang kelak akan jadi alternatif sumber tenaga untuk mobil listrik juga sedang dirancang. Kita sudah punya ahli fuel cell yang kini bekerja di BPPT dan di LIPI. Mereka sudah setuju untuk membuat prototipe fuel cellpertama di Indonesia, dengan biaya BUMN PT Batantek pimpinan Dr Ir Yudiutomo Imardjoko. Dua ilmuwan hebat akan berkolaborasi untuk energi masa depan Indonesia.
Maka dalam enam bulan, kita akan bisa melihat apakah Dr Ir Ennya Lestyani Dewi yang sekolah S1 sampai S3-nya di Jepang (atas biaya BJ Habibie) itu bisa melahirkan teknologi fuel cell Indonesia. Tentu ilmuwan-ilmuwan energi masa depan lainnya yang belum saya ketahui dimohon bergabung ke sini.
Seperti yang sudah dibuktikan minggu lalu, salah satu putra bangsa kita juga sudah berhasil membuat prototipe permanent magnetic motor pertama di Indonesia. PMM 25 kv itu sdh terbukti berhasil dipasang di mobil listrik buatan Pindad dan berfungsi dengan sempurna.
Untuk teknologi fuel cell pun, saya melihat di balik jilbab Dr Ennya Lestyani Dewi, putri Secang, Magelang, ini menyinarkan otak encernya. Saat ini, dari Makkah saya berdoa untuk Dr Ennya yang lagi merancang teknologi fuel cell-nya.
Sakit hati, kelihatannya memang perlu sering-sering terjadi. Asal terbuka penyalurannya.
(*) Menteri BUMN"
Dari sebuah status di Facebook, menarik juga rangkuman berita berikut ini :
Bangkok Mass Transportation System PCL of Thailand, Singapore Technology Electronics Limited, SMRT International Pte Ltd of Singapore, Changcung Railways Vehicles Co. Limited, China Communications Contruction Company Limited of China, dan TUV Rhineland Group of Germany. Satu mitra lokal ialah PT Indosat Tbk of Indonesia.
Kemarin sudah melakukan MOU dengan pak Jokowi dan Hatta Rajasa.
Ironis, karena tidak ada gambarnya maka di banyak media, mereka foto dan mejeng di monorel konsorsium BUMN karya anak bangsa sendiri, yang tidak ada kaitannya dengan daftar konsorsium diatas.
Ini memang tantangan dan ujian untuk karya bangsa. Padahal ini proyek yang bisa menjadi mercusuar bagi Indonesia untuk menunjukkan jati diri dan kemampuan bangsa.
Terus kapan karya anak bangsa di beri kesempatan? Bagaimana nasib KOnsorsium Monorel BUMN?
Konsorsium BUMN mendapat apresiasi oleh Menko EKUIN, Hatta Rajasa, dan akan membantu memperlancar perpres.
"Perpres (Peraturan Presiden) penugasan Adhi Karya itu nggak terlalu sulit itu sudah jalan siapkan saja," cetus Hatta.
Tapi seminggu kemudian...
"Untuk apa Perpres itu? Wong kebijakannya ada di Pemda sendiri. Dari dulu juga pembahasan nggak perlu ada Perpres. Mau dibangun ya bangun saja, wong undang-undangnya sudah mengizinkan bahwa perusahaan swasta boleh membangun kereta api, asal diizinkan Menhub. Jalan saja," tutur Hatta di kantornya.
Hatta mengatakan, pelaksana proyek tinggal bekerjasama dengan Pemda setempat untuk pembangunan monorel ini. "Jangan banyak omong, kerja saja, lebih baik banyak kerja daripada banyak omong. Banyak jalan di Kalimantan nggak perlu Perpres-Perpresan. Monorel swasta dan Pemda jalan saja," kata Hatta
Ini BUMN lho..bukan swasta, kalo dianggap swasta berarti harus tender dulu, pemenangnya ditentukan pemda, terbuka kongkalikong, tapi Pak Dahlan menuruti dan menghubungi Pemda2, tapi....
Lalu pak Dahlan Iskan, setuju jika tidak perlu perpres. Jadi langsung kontak ke tiga pemda. Ternyata mereka tidak mau, meskipun membantu mereka dalam hal transportasi.
Adapun, usulan Dahlan mengenai monorel akan diambil oleh tiga pemda yang bersangkutan. Tapi, usulan tersebut tidak diterima oleh ketiga pemda tersebut.
"Saya setuju dengan Pak Hatta kalau tidak usah menggunakan perpres. Saya kemarin punya usul ke tiga pemda, namun pemda tidak mau," kata Dahlan
BUMN sudah berinsiatif, membuat monorel buatan anak bangsa, pendaaan juga konsorsium BUMN tanpa sedikitpun memakai APBN atau APBD.
Begitu susahnya membangun kemandirian bangsa dan memeratakan pembangunan. Tantangannya LUAR dan DALAM.
Tetap semangat Pak Dahlan dan Konsorsium BUMN... insya Allah, Allah akan memberi kemudahan setelah semua kesulitan ini.
No comments:
Post a Comment